Friday, March 25, 2016

Bukek Kang Singkang 2 (Goresan di Sehelai Daun)

Karya:  KKABEH

Pembunuh Berkedok Hitam

Lo Tong Bukan Suhu Khu Han-beng Yang Sebenarnya! Sepotong kalimat sederhana ini berulang-ulang kali terngiang di kepala Tan Leng-ko. Tidak dapat dipungkiri lagi, Lo Tong merupakan penjaga sebenarnya dari salinan kitab-kitab silat itu, yang Tan Leng-ko tidak habis mengerti dengan kesaktian Lo Tong, kenapa ia rela hanya menjadi seorang kacung-buku? Jika ia berniat untuk menyusup masuk, dengan kesaktiannyaia dapat keluar-masuk memperoleh apa yang diingininya tanpa diketahui oleh seorangpun. Lalu urusan apa yang menahannya hingga ia tinggal bertahun-tahun di Lokyang Piaukiok? Lalu siapakah jati diri si naga sakti yang sebenarnya? Apakah ia juga termasuk salah satu penghuni Lokyang Piaukiok?Pening Kepala Tan Leng-ko memikirkannya, hatinya terasa bimbang, mukanya semakin pucat. Terlampau banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya dan terlalu sedikit jawaban yang memuaskan hatinya.Perlahan ia menarik napas dalam dalam mencoba menenangkan batin dan menghibur diri.“Urusan ini, toh aku dapat mencoba bertanya langsung padanya. Sedangkan mengenai si naga sakti, bagaimanapun juga aku telah berhasil menangkap ekornya” gumamnya sendirian.Bagaimanapun juga si naga sakti atau locianpwee yang tempo hari pernah ditemuinya di taman belakang toko buku itu tidak berbohong kepadanya ketika mengunakan istilah ‘kami’. Yaa, Bagaimanapun saktinya locianpwee itu, tidak mungkin ia memiliki ilmu memecah diri.Pencurian kitab-kitab tujuh perguruan jelas tidak mungkin dapat dilakukan oleh hanya satu orang, seharusnya sedari dulu ia telah memikirkan hal ini. Seingat Tan Leng Ko penanggalan yang tercatat di punggung salinan kitab Kun-lun-pay Hui-liong Cap-sa-sik yang dilihatnya tempo hari di kamar KhuHan-beng, tidak terpaut terlalu lama dengan tanggalan yang tertera di salinan kitab Thay-kek-kun milik Butong-pay. Sedangkan lokasi ke dua tempat itu terlampau jauh, jelas pencurian kitab perguruan besar tersebut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu orang, melainkan harus dilakukan oleh sekelompok orang, dan Lo Tong jelas merupakan salah satu dari kelompok mereka. Sekaligus juga merupakan buntut baginya untuk melihat kepala sinaga sakti.Puas dengan analisanya, Tan Leng-ko menutup buku jurnal kerja yang dipegangnya. Tanpa ia sadari, tangannya berhenti bergerak ketika matanyamembaca sesuatu yang sempat membuat mulutnya mengeluarkan suara tawa kecil.Mendadak suara tawanya tenggelam ditelan desingan nyaring pedang yangsedang dicabut dari sarungnya. Sesosok bayangan manusia tampak berkelebatan masuk, dan dengan kecepatan bagaikan kilat menyerangnya dengan ganas!Pedang orang itu bagaikan seekor ular beracun yang keluar dari liangnya langsung mematuk, menusuk ke dada Tan Leng-ko. Belum cahaya pedang yang berkelebat tiba, Tan Leng-ko dapat merasakan hawa dingin yang sangat tajam menyayat tubuhnya.Tentu saja serangan mematikan itu membuat Tan Leng-ko terkejut, cepat iamenimpuk buku jurnal yang dipegangnya menyambut tusukkan pedang itu. Dalam sekejap buku kerja itu hancur berkeping-keping terkena hawa pedang. Tapi bukan lemparannya tidak berguna, sesaat hawa pedang tersebut melemah, memberi kesempatan yang cukup bagi Tan Leng-ko untuk menjatuhkan diri berguling kesamping.Dengan gerakan kilat Tan Leng-ko melenting berdiri dan dengan tergesa-gesa ia bergeser menjauh beberapa tindak, hampir ia menabrak patung MikLik-bud yang terletak di samping rak lemari buku. Cepat ia menoleh, jarak diantara mereka cukup dekat sehingga ia dapat melihat sepasang mata yang memancar sinar licik lagi kejam tapi seperti juga keheranan di balik lelaki berkedok kain hitam yang membungkus kepala penyerangnya itu.Sebelum Tan Leng-ko menempatkan diri di posisi yang lebih baik, kembali pedang orang itu berputar mengikuti gerak badannya. Ujung pedang lawan yang sangat tipis lagi tajam mengancam bit-kian-hiat, hiat-to mematikan didepan dada Tan Leng-ko. Serangan lawan selain cepat juga ganas sekali sehingga tiada tempo bagi Tan Leng-ko untuk menangkis mempertahankan diri. Melihat ujung pedang lawan mengancam dirinya, dengan sigap Tan Leng-ko menekuk pinggangnya ke belakang sehingga badannya seperti papan yang menggantung ditopang dengan kuda-kuda kakinya.“Taak…!”Serangan dahsyat yang disertai hawa pedang itu , dengan telak menghantam patung Buddha yang berada di belakangnya. Orang berkedok hitam itu terdengar seperti mendengus, ia menggerakkan pergelangan tangannya memacul ke bawah. Hati Tan Leng-ko berdesir, ia cukup memahami tidak akan pernah ada jurus pedang semacam itu. Gerakkan memacul seperti itu merupakan gerakkan pedang tanpa jurus yang lebih banyak didasari ‘bergerak sesuai dengan keadaan’!Walau tenaga hentakkan pergelangan tangan bersifat lemah tapi dengan ketajaman pedang lawan sudah lebih dari cukup untuk membinasakan dirinya. Dalam perhitungan waktu yang lebih cepat daripada menuturkannya, Tan Leng-ko mengerahkan tenaga dikedua pahanya mendorong tubuhnya ke belakang hingga pundaknya menompang patung Mik Lik-bud yang setinggi dirinya. Meremang bulu kuduk Tan Leng-ko ketika ia dapat merasakan dinginnya pedang lawan ketika berkelebat disela-sela kedua kakinya. dengan sekuat tenaga, kaki kanannya cepat ia ayunkan ke atas mengancam modal tunggal diantara belahan paha lawannya. orang berkedok hitam itu memutar tubuh, kaki kirinya ditempatkan di belakang kaki kanan sedangkan pedangnya menebas ke kanan. Situasi menjadi terbalik, justru modal tunggal Tan Leng-ko yang sekarang terancam!Tan Leng-ko menarik napas panjang sambil mengerahkan ginkang. Tendangan kakinya yang barusan tidak mengenai sasaran menimbulkan daya lenting yang mementalkan tubuhnya melengkung ke atas. Dengan dibantu kedua tangannya, ia menekan perut buncit patung Mik Lik-bud sehingga tubuhnya melayang berjungkir balik dengan kaki diatas. Menceloshati Tan Leng-ko ketika merasakan goloknya melorot turun, terlepas dari sarungnya. Dia juga dapat merasakan hawa pedang lawan mengancam punggungnya.Terdengar suara siulan nyaring ketika Tan Leng-ko meraih senjatanya yang melayang di udara sambil memutar tubuhnya menghantam goloknya ke batang pedang lawan dengan pengerahan tenaga sakti sedapatnya.“Trang!”Beradunya tenaga sakti, golok dan pedang membuat orang berkedok hitam itu terhuyung mundur sedangkan tubuh Tan Leng-ko mental menuju sudut langit kamar. Tan Leng-ko mengatur tubuhnya yang terapung, kedua kakinya menjejak pada sudut langit kamar, dengan tenaga tolakan ini tubuhnya berganti arah meluncur balik. Cahaya golok meluncur keluar dengan kecepatan luar biasa menebas ke depan. Segulung hawa dingin yang membeku berupa selapis kabut cahaya golok menerjang ke arah lawannya.Serangan Tan Leng-ko selain tepat juga lebih ganas, diam diam lawannya merasa terperanjat ketika ia rasakan aliran darahnya serasa membeku, tubuhnya menggigil kedinginan. Sukar baginya untuk mempertahankan diri,sambil membentak dan mengerahkan tenaga sakti, cepat ia meloncat menghindar. Sekalipun serangan golok yang dilancarkan Tan Leng-ko tidakmenemui sasaran, namun sudah cukup menggetarkan musuhnya yang amat tangguh. Ternyata ronce hitam di sarung pedang orang berkedok itu sudah terpapas putus!Tan Leng-ko mendengus, sembari menggerakkan goloknya dengan serangan susulan yang berbahaya. Melihat Tan Leng-ko memburu tiba serta menyerang, orang itu tidak tinggal diam, pedang ditangannya memutar kencang, mengayun dari bawah menebas ke atas, dalam sekejap ke dua belah senjata tersebut sudah saling bentrokan satu sama lain.“Traaang…traaang…!”Terdengar dua kali suara dentingan nyaring, golok dan pedang sudah saling bersimpangan. Didalam bentrokkan pertama, kedua belah pihak sama sama bertarung seimbang. Dibentrokkan berikutnya, orang berkedok hitam itu nampak terhuyung tidak tahan menahan bacokan golok Tan Leng-ko yang disertai pengerahan tenaga sakti penuh.Diruang kerja Khu Pek Sim yang tidak terlampau luas dalam waktu singkat berubah menjadi sebuah ajang pertempuran yang amat seru. Cahaya golokdan bayangan pedang sudah menyelimuti seluruh tubuh kedua orang itu yang bertarung diruang sempit sehingga orang lain sulit untuk menyaksikan jurus jurus serangan yang dipergunakan kedua orang itu dan langkah tubuh yang mereka gunakan. Orang berkedok itu tidak ingin menderita kerugian, ia menggunakan kelincahan tubuh dan keanehan jurus pedangnya untuk menyerang Tan Leng-ko. Tusukkan pedangnya yang disertai hawa dingin yang menyayat bergulung menyerang Tan Leng-ko bagaikan amukkan hempasan ombak yang saling menyusul tiada habisnya.Tan Leng-ko kerepotan, ia harus mengakui keanehan jurus pedang lawan. Gerakkan orang itu tidak hanya menusuk atau menebas, bahkan meliputi gerakkan mengungkit, berubah arah menyerang lawan dari arah yang tidak terduga. Nampaknya hanya jurus Ouw Yang Ci-to yang dapat menandingi keanehan gerak pedang lawan tapi ia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak akan menggunakannya lagi.Ditengah seribu kerepotan, tiba-tiba Tan Leng-ko menemukan satu hal yang membuatnya kegirangan. Tubuhnya dirasakan jauh lebih ringan, ayunan goloknya membawa hawa dingin menusuk tulang yang mempengaruhi gerak tubuh lawannya. Tangan kirinya yang melakukan totokkan dan cengkraman mengandung hawa panas yang menghanguskan. Ia paham entah kenapa hawa liar Hek Pek Coa ditubuhnya, telah berhasil melebur dengan Hek Yang Pek Im Sinkangnya. Menyadari kemampuan tenaga saktinya diatas kemampuan lawan, Tan Leng-ko mengubah siasat dengan menerkam lawan sambil mengerahkan tenaga penuh mengadu senjata.“Trangg!”Kembali terdengar dentingan pedang beradu golok yang memekakkan. Tan Leng-ko menyeringai kesakitan ketika beberapa bunga api memercik mengenai punggung tangannya. Tapi dalam bentrokkan kali ini, si kedok hitam tak mampu menahan getaran tenaga sakti yang terpancar dari golok Tan Leng-ko. Pergelangan tangannya menjadi kaku dan linu walau ia sudah mempergunakan segenap kekuatan yang dimilikinya. Pedangnya terlepas dari genggaman dan mencelat ke udara. Tubuhnya cepat membalik, melenting ke pintu, jelas sekali ia berniat untuk kabur.“Masakkan kubiarkan kau merat dari sini” gusar Tan Leng-ko.Mendadak terdengar jeritan kaget dari pintu keluar. Terkesiap darah Tan Leng-ko ketika melihat kemunculan Giok Si disaat yang tidak menguntungkan. Orang berkedok hitam segera memanfaatkan situasi, tubuhnya berkelebat ke belakang tubuh Giok Si, jari tangan kanannya mengancam hiat-to mematikan di pelipis gadis malang itu yang tentu saja menjadi ketakutan.“Tentu saja kau akan membiarkan kupergi dari sini” ujar orang itu dengan lembut setelah mengatur napasnya yang serabutan.“Kuyakin kau tidak akan membunuh dia!”Orang berkedok itu seperti tertegun. Sambil menganggukkan kepala ia memandang Tan Leng Ko dengan sorot kekaguman. Dengan nada memuji ia berkata:“Kau sungguh seorang hebat!”Giliran Tan Leng Ko yang melenggong. Ia benar benar heran karena ia tidakmenyangka lawan akan memujinya.“Apanya yang hebat?” tanyanya tak terasa.“Nada ucapanmu membawa getar keyakinan tingkat tinggi. Aku bukan jenisyang mudah dipengaruhi orang tapi entah kenapa akupun ikut percaya bahwa aku tidak akan membunuhnya”Kembali sorot matanya memancar kekaguman,“Hanya orang hebat dan pintar yang mempunyai kemampuan seperti itu” terdengar pujiannya sekali lagi.Dipuji sedemikian rupa membuat perasaan Tan Leng Ko jengah, mukanya memerah, ia sedikit salah tingkah. Kemarahannya tadi entah sudah menguap kemana.“Kalau kuboleh tahu, kenapa aku tidak akan membunuhnya?” tanya orang itu dengan nada halus.Melihat sikap orang itu yang melunak, Tan Leng Ko ikut melunakkan sikapnya dan dengan lembut menjawab:“Karena kau datang berniat untuk membunuhku, bukan dia”Orang berkedok hitam itu terlihat mengangguk sambil berdiam diri. Tapi tangannya tidak tinggal diam, tangan kirinya terlihat mencekeram leher Giok Si dengan kuat.Telinga gadis itu yang belum sembuh kembali mengeluarkan darah segar, tenggorokkannya mengeluarkan suara tercekik.“Krokk…krok!”Muka Tan Leng Ko berubah hebat, cepat ia berseru:“Kau boleh pergi, lepaskan dia!”Dengan nada hambar orang berkedok itu berkata:“Seperti yang barusan kau katakan, kudatang untuk membunuhmu. Jika tidak dapat menggunakan pedang, nampaknya aku harus menggunakan dia”“oOo, kau hendak menggunakan kesempatan ini untuk mengancamku, memintaku untuk membunuh diri?”Orang berkedok hitam itu seperti menghela napas, ucapnya dengan tawar:“Ada yang pernah bilang jalan pikiranku sangat ruwet, tak nyana kau dapat menerkanya dengan tepat”Mendengar ucapan yang seperti ejekan itu, Tan Leng Ko melototinya sekejap. Ujarnya perlahan:“Jika kau katakan aku seorang pintar, bukankah dengan membunuh diri aku mirip orang bodoh?”“Kau lebih mirip seorang lelaki sejati. Sebab hanya seorang lelaki sejati yang bersedia berbuat bodoh untuk membela kaum yang lemah”Tangan orang itu menggeser dari tenggorkan Giok Si, perlahan menyisir rambut gadis malang itu yang basah menggumpal lengket terkena darah yang mengucur tidak berhenti. Dengan nada gegetun, orang berkedok hitamitu berkata:“Konon perempuan termasuk kaum yang lemah. Apalagi perempuan yang sudah terluka dan melemah kekurangan darah”Diam diam hati Tan Leng Ko tersirap. Bukan karena ucapannya, tapi cara nada ucapannya. Hanya orang berbahaya yang dapat berkata dengan cara demikian. Menggunakan nada halus dan simpatik, yang membuat dirinya sukar membantah ucapannya. Dan yang membuat perasaan Tan Leng Ko benar benar terkejut, dia tidak dapat menyelami isi hati orang itu!Orang itu benar benar tulus ketika memuji, benar benar memelas ketika gegetun. Meninggalkan kesan, orang itu menyukai hal yang baik dan membenci hal yang buruk. Tapi apa yang ia kerjakan sejauh ini bertentangan dengan nilai tersebut. Benar benar seorang lawan yang berbahaya!“Jam berapa sekarang?”Orang itu mengeluarkan seruan heran mendengar pertanyaan Tan Leng Ko yang tiba tiba dan tidak dapat ia duga arah pertanyaannya. Di luar dugaan justru perempuan dipelukkannya yang memberi penjelasan dengan gumaman memilukan tapi cukup jelas.“Beberapa jam yang lalu, dia belum pernah mengenalku. Tentu saja ia enggan untuk membunuh diri demi seseorang yang baru dia kenalnya. Tidak mungkin ia mau mempedulikan nasibku. Apalagi aku hanya seorang pelacur yang sudah ludes modal kerjanya. Kedatanganku kemari sebetulnya untuk mati ditangannya. Ia enggan untuk melakukan, sungguh kebetulan jika kau hendak membunuhku”Dengan nada terkejut orang itu bertanya kepada Tan Leng Ko:“Benarkah ucapannya?”“Benar!” tegas Tan Leng Ko.Giok Si menatap Tan Leng Ko dengan terkejut. Ia tidak menyangka pemuda itu akan menjawab secepat dan setegas itu. Dengan pandangan nanar ia terus menatap Tan Leng Ko tanpa berkedip. Perlahan matanya mulai digenangi linangan air mata, bibirnya digigit kencang hingga berdarah, entah karena menahan sakit atau entah karena ia berduka.Yang ditatap tidak tega, tapi sebelum Tan Leng Ko mengucapkan sesuatu, dengan gerakkan perlahan seperti takut melukai, orang berkedok hitam itu menolehkan kepala Giok Si kearahnya. Dengan lembut ia menghapus air mata yang menetes itu, ujarnya dengan halus:“Satu hal kau salah. Jawabannya barusan yang tegas dan menyakitkan hatimu sebenarnya bertujuan untuk mengelabuiku. Jika dia tidak mempedulikan nasibmu, tentu dia telah menyerangku semenjak tadi. Dia tidak menyerang karena sangat memperhatikan nasibmu.”Berubah hebat wajah Tan Leng Ko. Lawannya kali ini benar benar musuh yang paling menakutkan yang pernah ia jumpai seumur hidupnya.“Kukabulkan permintaanmu!” seru Tan Leng Ko dengan muka pucat tapi dengan tekad bulat.Orang berkedok hitam itu menatap Tan Leng Ko cukup lama, sebelum berkata:“Kau akan membunuh diri?”“Yaa! Aku akan membunuh diri”Dengan nada kuatir, Giok Si menjerit parau:“Kau tidak boleh…!”Dengan cepat orang berkedok hitam menggerakkan jari tangan menutuk urat gagu mencegah Giok Si untuk menyelesaikan ucapannya.“Ssstt! Ketika lelaki sejati sedang berbicara, seharusnya perempuan tidak ikut membuka mulut” ujar halus orang itu sambil meletakkan telunjuknya dibibir Giok Si.Cepat orang itu menarik tangannya ketika melihat Giok Si berusaha menggigit. Sambil melirik ke jari tangannya, tiba-tiba orang itu berujar sambil tersenyum:“melihat bentuknya yang panjang dan lunak, nampaknya kau gemar untuk memasukkannya ke dalam mulut”Tan Leng-ko tidak tega melihat perubahan wajah Giok Si yang hatinya seperti tertusuk belati tajam. Tapi sebelum ia mengatakan sesuatu orang berkedok hitam itu mengalihkan perhatian kepadanya:“Kutahu kau akan melakukannya. Kuyakin seorang lelaki sejati tidak mungkin membiarkan seorang perempuan terancam tanpa melindunginya. Walau terlihat bodoh, seorang lelaki sejati akan tetap melakukan apa yang harus dia lakukan. Seorang lelaki…”“Sebelum kumati, maukah kau lakukan satu hal untukku” potong Tan Leng Ko tiba-tiba.“Jika dapat kulakukan, tentu akan kulakukan” ujar orang itu dengan simpatik.“Maukah kau tutup mulut! Ceramahmu tentang lelaki sejati membuat perutku mual”Diluar dugaan orang itu terdengar tertawa kecil:“Sebetulnya aku sendiripun merinding mengucapkannya.”Tan Leng-ko tidak memperdulikan orang itu, ia menatap Giok Si dengan pandangan berduka yang juga menatapnya dengan linangan air mata. Dengan muka pucat Tan Leng-ko menggumam:“Kau matilah dengan tenang, kujamin dia akan juga mati kubunuh. Lalu akuakan membunuh diri untuk menebus kematianmu”Orang berkedok itu seperti terkejut mendengar perkataan Tan Leng-ko. Tapi setelah berpikir sebentar, ia menganggukkan kepala, katanya:“Yaa, caramu memang lebih baik. Semua tewas jauh lebih baik daripada mati konyol sendirian”Tan Leng-ko melotot kepadanya sekejap, kemudian ujarnya perlahan:“Atau semuanya tetap hidup. Seperti kukatakan tadi. Kau pergi, dia bebas. Setiap saat kau boleh mencoba membunuhku lagi. Hanya perlu kuberitahu padamu, Tak lama lagi aku akan berangkat pergi ke Tiang-an, setiap saat kau boleh mencegatku dijalan untuk membunuhku”“Kenapa kau mengatakan tujuan perjalananmu?” tanya orang berkedok itu heran.“Kau bertujuan untuk membunuhku. Akupun berniat untuk membunuhmu” jawab Tan Leng-ko tawar.“Hanya dengan mengatakan tujuanmu, kau tidak usah bersusah payah mencariku untuk membunuhku?”“Benar!”Orang berkedok itu kembali mengangguk setuju, ujarnya:“Yaa, kau memang pintar. Hanya ada satu hal yang kau lupakan”“Apa yang kulupakan?”“Seorang pembunuh ketika berniat membunuh, jika tidak berhasil maka siap untuk dibunuh” kata orang berkedok itu sepatah demi sepatah.Berubah hebat wajah Tan Leng-ko, bulu kuduknya merinding mendengar ucapan dingin orang itu. Sambil menghela napas ia bertanya:“Jadi kau lebih memilih kita semua mati bersama”“Benar!”Tan Leng-ko menarik napas panjang, tidak ada kata kata lagi yang ia dapatucapkan. Matanya beradu pandang dengan Giok Si yang menatapnya dengan pandangan yang ia sukar jelaskan. Tan Leng-ko merasa sedih, tapi ia tidak mempunyai jalan lain kecuali mengandalkan kepandaiannya. Tiba tiba teringat olehnya jurus ke tiga belas Ouw Yang Ci To yang baru beberapa hari dilatihnya. Jurus yang paling sukar yang pernah dilatihnya dan sebenarnya belum ia kuasai penuh. Jurus yang ketika dilancarkan bagaikan gulungan cahaya perak yang melesat pesat seperti petir menyambar, jurus golok terbang!“Lagi lagi aku harus melanggar janji” keluh sedih Tan Leng-ko dalam hati. Ia pernah berjanji pada dirinya untuk tidak menggunakan Ouw Yang Ci To…janji yang sudah beberapa kali ia langgar. Dia lebih suka mati konyol ketimbang melanggar janji, tapi dia tidak dapat membiarkan Giok Si tewas ditangan orang berkedok hitam ini. Satu kali ia berbuat salah pada gadis itu, ia rasakan sudah terlampau banyak.Perlahan ia mengatur pernapasannya, matanya menatap tajam leher lawannya yang terlihat sebagian dari tempat ia berdiri. Tenaga saktinya ia kerahkan penuh mengelilingi seluruh tubuhnya yang kemudian dia pusatkan di pergelangan tangannya.Udara dingin semakin membeku, orang berkedok itu diam diam terkejut merasakan gulungan hawa kematian yang semakin menebal yang timbul dari golok Tan Leng-ko.“Atau kita tidak usah mati bersama, jika..” ucapannya terputus.Ia dapat merasakan keadaan Tan Leng-ko seperti anak panah yang ditarik kencang dibusurnya. Setiap saat dapat menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya sehingga ia tidak berani sembarangan bergerak. Sedikit ototnya mengejang percuma, ia dapat menemui ajalnya.“Jika apa?” tiba tiba Tan Leng-ko bertanya.Orang berkedok itu diam diam menarik napas lega. Udara beku yang menyesakkan ia rasakan menyurut, berkurang banyak.Ia dapat merasakan Tan Leng-ko telah mengendurkan saluran tenaga saktinya.“Jika kau mau menjawab pertanyaanku dengan jujur” jawabnya.Kening Tan Leng-ko berkerut,“Apa yang hendak kau tanyakan?” tanyanya heran.“Dua titik di punggung tanganmu, apakah kau baru baru ini digigit seekor ular?”Tan Leng-ko melengak heran, diam diam ia terkejut mendengar pertanyaanyang dirasakan terlalu tepat baginya. Tak Terasa ia menggumam:“Aneh, biasanya jarang sekali seorang lelaki memperhatikan punggung tangan seorang lelaki lain”“Kau bicara ngawur apa?!” bentak sikedok hitam sambil mempererat cekikkannya sehingga Giok Si kesakitan. Cepat Tan Leng-ko menukas:“Yaa, beberapa minggu yang lalu, aku pernah digigit seekor ular beracun yang aneh.“Bagaimana bentuk ular itu?”” Selain ekornya berbentuk pipih, cabang lidahnya juga tidak umum, yang satu berwarna hitam, dan yang satu lagi berwarna putih”“Apakah ular Hek Pek Coa?” tanya orang itu dengan nada gemetar.“Apakah ular itu Hek Pek Coa atau tidak, aku tidak tahu” jawab Tan Leng-kosemakin heran.“Dimana kau digigit ular itu?” tanya sikedok hitam tanpa dapat menyembunyikan nada suaranya yang gembira.“Kenapa kau menanyakan hal ini?” tanya Tan Leng-ko yang menjadi tertarik berbareng semakin terkejut.“Jika kau sedang mencekik istriku tentu aku akan menjawab pertanyaanmu,sebaiknya kau jawab saja pertanyaanku” ancam sikedok hitam.Melihat darah kental kembali merembes ke rambut Giok Si, Tan Leng-ko menghela napas:“Di dekat sebuah goa di atas bukit belakang” Tan Leng-ko menjawab sekenanya.“Apakah racun ular itu yang menyebabkan tubuhmu belang dua warna?”“Yaa, kurasa demikian. Aku sendiri kurang tahu dengan jelas”Sikedok hitam mendengus perlahan, jengeknya:“Sudah kukatakan kau harus menjawab dengan jujur. Bukankah belang ditubuhmu disebabkan kau telah mempelajari sebuah ilmu?”Tan Leng-ko terkesiap, kembali ia menghela napas:“Jika kau mengetahui lebih jelas daripadaku, untuk apalagi kau tanyakan padaku?”“Darimana kau memperoleh ilmu itu?” desak orang berkedok hitam itu.“Ketika aku keracunan setelah dipatuk ular itu, seorang locianpwee sakti tiba tiba muncul di belakangku dan menyuruhku bersila. Ia menyuruhku untuk mengerahkan tenaga sakti dan mengikuti perintahnya. Aku yang setengah sadar keracunan, tentu saja mengikuti petunjuknya”“Siapa dia, bagaimana rupanya?”“Aku tidak tahu. Ketika kuterjaga dari pingsan, beliau sudah pergi. Aku pun belum mengucapkan terima kasih”Orang berkedok hitam itu mendengus:“Selain racun Hek Pek Coa, apakah belakangan ini kau terkena racun lain?”Tan Leng-ko semakin heran, banyak pertanyaan menumpuk dibatinnya.“Aku rasa tidak” akhirnya ia menjawab setelah termenung sejenak.“Darimana kau tahu dengan pasti?”“Sebab aku tidak merasakan kelainan di tubuhku”Tak terasa orang berkedok hitam itu berseru keheranan:“Aneh! Kenapa belang-belang ditubuhmu mendadak menghilang?”“Aku sendiripun sedang keheranan. Kau harus percaya padaku. Aku benar benar tidak tahu”Sepasang mata yang licik dari balik kedok hitam itu, menatap tajam Tan Leng-ko seperti mengukur kebenaran ucapannya. Tiba tiba ia mengeluarkan pertanyaan yang aneh:“Kau tidak sendirian. Sebenarnya, aku pun juga sedang keheranan”“Apa yang kau herankan” tanya Tan Leng-ko heran.“Kenapa sedari tadi kau tidak pernah bertanya siapakah aku,kenapa hendakmembunuhmu, kenapa aku bertanya macam macam padamu?”Dengan nada dingin Tan Leng-ko menjawab:“Ketika aku sedang mencekik binimu, tentu aku akan banyak bertanya… Sekarang aku tidak bertanya karena tidak yakin kau mau menjawab, lagipula..”“Lagipula apa?”“Sudah kukenali siapa dirimu”“Kau kenali diriku?” tanya orang berkedok hitam itu dengan terkejut.Tan Leng-ko mengangguk:“Tidak kusalahkan kau jika berminat membunuhku. Hanya kusalahkan caramu berpakaian. Kau mengenakan pakaian hitam di siang hari, jika kau bukan pembunuh terbodoh yang pernah kujumpai, atau kau adalah Pek Kian Si yang memiliki dendam kesumat padaku hingga tidak sabar menunggu datangnya malam”Orang berkedok hitam itu mengeluarkan tawa bernada dingin. Tiba-tiba ia melempar tubuh Giok Si ke arah Tan Leng-ko yang segera menangkapnya. Baru Tan Leng-ko hendak bergerak menyusul orang berkedok hitam itu, dua benda kenyal yang padat mendadak menekan tubuh Tan Leng-ko. GiokSi yang memeluk erat dirinya, menyembunyikan mukanya menangis tersedu-sedu di dada Tan Leng-ko yang bidang. Bau harum dari tubuh GiokSi membuat jantung Tan Leng-ko berdegup kecang, segera ia mengalihkan perhatiannya melirik ke pintu, sikedok hitam sudah menghilang entah kemana.“Apakah kau dilukai olehnya?” tanya Tan Leng-ko dengan lembut.Giok Si menggelengkan kepalanya perlahan, isak tangisnya semakin keras.“Syukurlah, kalau kau tidak kurang apa” ujar Tan Leng-ko lega.Tan Leng-ko membiarkan Giok Si menangis di dadanya. Ia cukup paham tiada manusia yang tidak pernah menangis, apalagi perempuan.Menangis memang suatu perbuatan manusia yang bersifat rada ganjil. Ketika seorang bayi dilahirkan, tangisannya malah membuat orang tuanya tertawa. Ketika bayi itu sedang sakit, tangisannya dapat membuat orang tuanya menjadi sedih. Tapi tidak jarang tangisan rewel seorang bayi dapat menjengkelkan orangtuanya. Tiga tangisan dengan proses yang sama, anehnya dapat memancing tiga perasaan yang berbeda. Keanehannya malah bertambah, karena menangis juga dapat mengurangi perasaan tertekan.Setelah puas menangis, Giok Si menarik kepalanya dengan tersipu-sipu, ia mendorong tubuh Tan Leng-ko perlahan seperti baru menyadari telah berada di pelukkannya.“Benarkah ia Pek Kian Si yang telah melukai diriku?” tanyanya dengan muka masih memerah.“Kurasa bukan”Paras Giok Si yang tadinya keheranan berubah seperti memperoleh sebuah pengertian, ujarnya:“Kau sengaja berkata demikian agar dia berlega hati, kau mencurigai orang yang salah. Apakah kau sudah mengetahui siapa dia sebenarnya?”Tan Leng-ko menggeleng, ia hanya berkata:“Aku tidak kenal dia, dan tidak mengerti kenapa ia ingin membunuhku. Hanya yang kuherankan bukan itu”“Apa yang kau herankan?”Tan Leng-ko tidak segera menjawab. Setelah termenung sejenak, ia menjawab perlahan:“Tidak seharusnya ia pergi begitu cepat”Giok Si tertawa, katanya:“Dia sudah kau kalahkan, jika tidak merat kabur, lalu apa yang mesti ia lakukan. Dia kan tahu kau tidak mungkin mengundangnya minum arak”Kali ini Tan Leng-ko tidak menjawab, matanya menggeridip seperti banyak yang ia pikirkan. Cukup lama keduanya terdiam.“Sebenarnya ilmu apakah yang ditanya orang itu?” tanya Giok Si memecah keheningan.Dengan menghela napas, Tan Leng-ko menjawab:“Sebuah ilmu yang berguna untuk menawarkan racun khususnya racun Hek Pek Coa”“Benarkah kau mempelajari ilmu itu dari seorang locianpwee atau kau hanya mengatakan demikian untuk menipunya”“Kenapa kau menanyakan urusan ini?”“Bukan tidak mungkin kau memperoleh ilmu ini dari sebuah kitab, jika demikian keadaanmu berbahaya sekali”“Berbahaya?”Dengan pandangan kuatir, Giok Si menjawab:“Mungkin sekali dia akan berusaha menjebak kemudian menyiksamu untuk mendapatkan kitab itu, aku tidak ingin kau mengalami suatu kejadian yang buruk”Dengan nada menghibur Tan Leng-ko berkata:“jangan kau kuatir! Aku tidak memiliki kitab itu lagipula ada kitab atau tidak nampaknya orang berkedok itu telah bertekad untuk membunuhku”Air mata kembali menggenang di kelopak mata Giok Si. Dengan bibir gemetar dia berkata:“Saat ini, kau adalah satu satunya yang kuandalkan. Jika kau mati terbunuh, aku…”Giok Si tidak dapat menahan dirinya lagi, ia menubruk tubuh Tan Leng-ko dan kembali menangis. Tan Leng-ko menghela napas, sekali lagi ia membiarkan Giok Si menangis di dadanya.“Orang itu tak akan mampu membunuhku” hiburnya.Sekali lagi dua benda kenyal menekan dada Tan Leng-ko dan mengacaukan pikirannya. Kembali ia mengalihkan perhatiannya ke ruang kerja Khu Pek Sim yang berantakkan seperti kapal pecah. Diam diam ia mengeluh menyaksikan buku jurnal kerja yang hancur berkeping-keping terkena hawa pedang. Ketika matanya menerawang ke patung Mik Lik Bud, hatinya bergidik melihat sebuah goresan menggaris miring di bagian dada sebelah kiri, di sekitar jantung.Walau goresan itu tipis sekali, Tan Leng-ko mengerti tentu dalam sekali. Untung patung Mik Lik Bud itu terbuat dari kayu sehingga masih dapat tersenyum penuh dengan kedamaian.ooo0000oooPAGI HARI CAKRAWALA CERAH.Langit terlihat terang membiru bersih dari awan, angin lembut bertiup.Di pagi hari yang cerah, udara yang biasanya dingin, tidak biasanya malah terasa sejuk menyegarkan. Anehnya, perasaan hati Tan Leng Ko justru sedang gundah. Ia sedang menunggu di luar pintu gerbang, menunggu GiokSi berganti pakaian. Entah kenapa, perempuan acap kali memerlukan tempo yang cukup lama untuk mengganti pakaian. Mungkin sama lamanyadengan lelaki ketika menggunakan kamar mandi terutama di pagi hari. Entah apa ada kegiatan lain yang mereka lakukan. Atau apa masing masing mempunyai kesibukan pribadi yang bersifat sebaiknya orang lain tidak perlu tahu apa yang sebenarnya mereka kerjakan?Tan Leng-ko sedang menunggu sambil merenung. Berapa hari belakangan ini, boleh dibilang nasibnya lagi tidak mujur. Bukan saja seorang berkedok hitam berusaha membunuhnya, malah hampir berhasil mengajak mati bersama jika ia meneruskan niatnya membunuh Giok Si.Ia tidak tahu siapa dan mengapa orang berkedok itu hendak membunuhnya. Yang ia tahu orang berkedok hitam itu jelas bukan Pek KianSi. Ronce di sarung pedang Pek Kian Si sudah dicuri Giok Hui Yan, kalau tohsudah diganti, Tan Leng Ko tidak yakin diganti dengan warna hitam. Lagipula jurus pedang Pek Kian Si berbeda dengan serangan orang berkedok hitam itu. Jurus orang berkedok itu lebih ganas, telengas dan hawa pedangnya sudah mencapai dua jengkal tangan.Ia sengaja menyebut nama Pek Kian Si untuk mengalihkan perhatian orang berkedok hitam itu, seperti ketika ia menyebut goa di bukit belakang. Ditinjau dari nada gembira orang itu, nampaknya orang berkedok itu akan berusaha mencari Hek Pek Coa disana. Orang itu tentu akan terbentur batunya jika bertemu dengan locianpwee sakti itu. Tapi dengan kepergian Khu Han Beng, Tan Leng Ko tidak begitu yakin beliau masih gentayangan disana.Siapa sebenarnya orang berkedok hitam itu? Dan kenapa ia mengenal dan mencari Hek Pek Coa? Kenapa ia dapat memastikan ia pernah mempelajari Hek Im Pek Yang Sinkang?Tiba-tiba dahi Tan Leng Ko berkerut. Hanya dua cara untuk menjawab pertanyaan pertanyaan ini. Pertama, orang berkedok hitam itu berhubungan dengan locianpwee sakti itu. Tan Leng-ko menggeleng,“Kemungkinan yang tidak terlalu mungkin” gumamnya.Jika kelompok pencuri sakti itu hendak membunuhnya, cukup dengan satu jurus tentu akan berhasil dan tidak perlu mengenakan kedok segala. Tiba-tiba darah Tan Leng-ko berdesir. Hanya tersisa satu penjelasan yang masuk akal, tidak kecil kemungkinan orang itu mempunyai hubungan dengan Ngo Tok Kauw!Hanya locianpwee sakti dan tentunya orang Ngo Tok Kauw yang dapat mengenali ilmu Hek Im Pek Yang Sinkang. Bahkan Giok Hui Yan dapat mengenali Hek Pek Coa, jelas tidak mengenal ilmu tersebut.Yang Tan Leng Ko tidak habis pikir, bukankah Ngo Tok Kauw sudah habis terbantai oleh Mi Tiong Bun? Jika ternyata masih bersisa, lalu untuk apa berusaha membunuh dirinya yang tidak mempunyai perhitungan budi dan dendam dengan mereka? apa karena kebetulan ia mengenal dan berhubungan cukup dekat dengan putri ketua Mi Tiong Bun?Diam-diam Tan Leng Ko mengeluh dalam hati. Tugasnya di Lok yang Piaukiok adalah mengajar para piasu, bukan mengisi teka teki yang saling menyilang. Pusing kepala Tan Leng Ko memikirkan hal ini, yang juga membuatnya puyeng kepalanya, Lo Tong yang sedang ditunggu-tunggunyaternyata tidak pulang! Sebenarnya hal ini memang masih dalam perhitungannya, yang diluar dugaannya adalah perilaku Giok Si yang memberatkan hatinya.Untuk pertama kalinya dia merasakan tundingan, dan getokkan Hongnaynay lebih menyenangkan. Dia lebih menyukai omelan Hongnaynay ketimbang sikap Giok Si yang mengintil kemana dia melangkah.Setelah ia menyelamatkan Giok Si dari sikedok hitam dan setelah menunjukkan sikap bersedia mati bersama, sikap Giok Si terhadap dirinya berubah seperti sikap seorang istri yang menghamba dan siap meladeni. Sikap ini yang membuatnya tidak tahan!Malah dengan manja ia meminta Tan Leng Ko untuk menemani dirinya mencari locianpwee sakti yang pernah menolongnya di goa bukit belakang sana. Ketika ditanya untuk apa, Giok Si menjawab sudah berkali kali ia menjadi korban penganiayaan, ia ingin meminta kepada locianpwee sakti itu agar mengajarinya kepandaian membela diri.“Lagipula kau memiliki kepandaian tinggi, sedikitnya aku harus menguasai semacam kepandaian” kata Giok Si sambil tertawa jengah.“Aku dapat mengajarimu” kata Tan Leng Ko yang tidak paham arti ucapan Giok Si yang bermakna ganda.Giok Si menolak secara halus, sambil menggeleng ia berkata:“Seorang wanita tidak boleh terlalu tergantung kepada seorang lelaki. Sudah banyak hal yang kau lakukan untukku. Aku harus mempunyai kemampuan untuk berusaha sendiri”“Bagaimana caramu untuk membujuknya untuk mengajarimu?” tanya Tan Leng Ko akhirnya tertarik ingin tahu.“Jika dia seorang lelaki, tentu ada akalku untuk membujuknya”Giok Si menghela napas sedih, lanjutnya perlahan:“Tiada wanita yang bercita cita bekerja di tempat semacam Lampiun merah, tapi nyatanya aku telah bertahun tahun bekerja disana. Berbagai macam lelaki yang berdatangan kesana, sedikit banyak aku paham satu dua cara untuk membujuk mereka”Tan Leng Ko ikut menghela napas, katanya kemudian:“Yang kukuatirkan beliau tidak bersemayam di gua bukit belakang sana, siapa tahu ia hanya kebetulan lewat ketika menolongku”Giok Si sedikit mengangguk, ujarnya:“Walau kecil kemungkinannya, tapi sedikitnya aku harus mencoba”Melihat tekad bulat Giok Si, Tan Lengko hanya dapat mengangkat bahu:“Sudahlah, kau ganti pakaianmu dengan yang lebih ringkas. Kuantar kau kegua di bukit belakang”Bagaimanapun juga Tan Leng Ko tidak dapat membiarkan Giok Si pergi sendirian ke sana. Jika perhitungannya tepat, orang berkedok hitam itu tentu bergentayangan di gua bukit belakang dan selain melindungi Giok Si, ia ingin membuat perhitungan dengan orang itu.Giok Si yang sedang ditunggu-tunggu Tan Leng Ko akhirnya muncul mengenakan celana singsat. Jubahnya yang berwarna merah jambu membungkus ketat tubuhnya yang padat. Lekukkan pinggulnya yang sempurna, pinggangnya yang kecil, postur tubuhnya yang tegak semampai, dan wajahnya yang cantik benar benar menunjukkan ia seorang wanita pilihan.Melihat wajah Tan Leng Ko yang murung, Giok Si menghela napas:“Dari sekian macam lelaki yang mengunjungi Lampiun Merah, tahukah kau jenis mana yang paling menyebalkan?”Tan Leng Ko menatap heran Giok Si yang bicara tidak jelas juntrungannya.“Yang gemar menunggak alias tidak bayar” jawab Tan Leng Ko hambar.“Walau menyebalkan, tapi paling tidak jenis lelaki semacam ini berkunjung dengan niat melampiaskan hawa nafsu. Yang paling menyebalkan adalah jenis lelaki yang berkunjung kesana dikarenakan telah jatuh cinta pada wanita yang menemaninya”“Bukankah hal itu merupakan hal yang baik”“Pernahkah kau jatuh cinta?” tanya Giok Si sambil memandang Tan Leng Ko dengan tajam.Tan Leng Ko tertegun, ia benar benar menyangka akan ditanya urusan semacam ini. Lama ia terdiam, tidak menjawab. Ia tidak mengangguk, juga tidak menggeleng.“Ketika seorang lelaki benar benar jatuh cinta, umumnya perbuatannya tiada yang tepat, malah menjengkelkan. Kebanyakkan pebuatannya benar benar membuat muak wanita yang dicintainya”“Kenapa kau membicarakan hal ini?” tanya Tan Leng Ko tidak tahan dan juga tidak paham.“Karena aku baru menyadari satu hal. Ketika seorang wanita benar benar jatuh cinta, ternyata perbuatannya juga menjengkelkan dan membuat murung lelaki yang dicintainya” kata Giok Si dengan pandangan berkaca kaca.Runyam perasaan Tan Leng Ko mendengarnya. Sekali lagi ia tidak menyangka perempuan ini berani bicara blak-blakan urusan semacam ini. Dengan mengeraskan hati ia berkata:“Nampaknya kau salah paham. Ketika kukatakan siap mati bersamamu, halini disebabkan…”“Disebabkan sikapmu memang demikian. Kepada orang yang tidak kau kenalpun kau akan bersikap demikian. Kupaham hal itu”“Syukurlah jika kau memahami hal itu” kata Tan Leng Ko dengan lega.“Apalagi kita baru saja kenal, tidak layak dan juga tidak pantas rasanya membicarakan urusan cinta”Tan Leng-ko mengangguk setuju.“Yaa, memang tidak…”“Aku juga paham, seorang wanita seperti barang bekas yang tidak ada harganya lagi, sudah tidak patut membicarakan soal cinta” kata Giok Si dengan nada hambar.Tenggelam hati Tan Leng Ko, cepat ia menelan ucapannya yang belum selesai. Apa yang mesti ia perbuat pada perempuan ini? Ia tidak dapat menyalahkan sikap wanita ini kepadanya. Giok Si kehilangan banyak boleh dibilang gara gara dirinya. Balutan di tangan wanita ini masih bernoda merah, rambut yang tergerai menutupi telinganya masih terlihat darah kering, salahkah ia jika mengagumi pria yang membela dan siap mati baginya? Tapi mungkinkah seorang wanita jatuh cinta dalam sekejap pada pria yang baru saja dikenalnya? Tan Leng-ko tidak dapat menjawab. Pengetahuannya mengenai kaum wanita memang tidak terlampau banyak.“Maukah kau melupakan pembicaraan hal seperti ini?” pinta Tan Leng Ko akhirnya.“Hal apa? aku sudah tidak ingat” kata Giok Si sambil memaksakan diri tersenyum manis. Susulan nada tertawanya sungguh menggiurkan. Kulit wajahnya seperti mengeluarkan sinar lembut ketika ia tertawa.Tertawa juga Tan Leng Ko melihat watak wanita ini yang mudah menangis, dan mudah tertawa. Mengingatkan dirinya kepada Giok Hui Yan, tiba tiba timbul sebuah perasaan rindu yang ia sukar jelaskan.“Ayuh, kubopong kau biar cepat sampai ke goa di bukit belakang sana” ujar Tan leng Ko mengusir pikirannya.Giok Si merentangkan tangannya memeluk leher Tan Leng Ko yang memegang punggung dan menaruh tangan kanan diantara lekukkan kakinya. Deru angin kencang menerpa wajah Giok Si yang kemudian memejamkan mata. Hatinya sedikit ngeri melihat Tan Leng-ko meloncat ke atas dahan pohon yang cukup tinggi dan berlarian seperti berada di atas tanah datar saja.Tak berapa lama kemudian, mereka tiba di goa dimana Tan Leng Ko pernah melihat Khu Han Beng berlatih. Mau tidak mau, Tan Leng Ko teringat macam macam urusan. Ada beberapa hal yang menyenangkan Tan Leng Ko. Dengan kepergian Lo Tong membawa salinan kitab kitab pusaka, dia tidak usah menguatirkan perihal kitab kitab tersebut. Juga dia bisa lebih bebas bertindak karena sudah tiada rahasia segala yang perlu ia jaga, dan yang lebih penting Lok Yang Piukiok terhindar potensi malapetaka.Setelah menurunkan Giok Si, Tan Leng Ko memandang sekitarnya. Kecuali alang alang yang sudah mati kedinginan, boleh dibilang tempat ini tidak berubah. Goa itu kelihatan gelap dan sepi sekali. Di mulut goa kelihatan kotor sekali, jelas bukan tempat yang layak untuk ditinggal seseorang. Seperti yang telah diduga Tan Leng Ko, goa ini bukan tempat bersemayam locianpwee yang sakti itu.“Kresek…!”Mendadak terdengar suara ranting berderak, cepat Tan Leng Ko mengerahkan tenaga sinkang sambil menoleh ke belakang. Nampak seekorberuang berjalan perlahan diantara semak semak dan memanjat sebuah pohon. Binatang itu berbulu putih, bercak hitam menodai di sekitar dua matanya, selain tidak terlihat ganas malah kelihatan lucu dan menggemaskan.“Sudah lama aku tidak merasakan nikmatnya telapak kaki beruang” gumam Tan Leng Ko sambil menelan air liurnya. Tangannya memegang goloknya siap membunuh binatang itu.“Jangan kau bunuh dia!” teriak Giok Si kuatir.“Kenapa jangan?” tanya Tan Leng Ko heran.“Selain buah buahan, aku menyukai binatang, tapi bukan untuk sarapan. Kau tidak boleh melukai binatang yang tidak bersalah padamu”“Kau penyayang binatang?” seru Tan Leng Ko yang merasa aneh. Setahunya, binatang seperti beruang dimanfaatkan kegunaannya. Selain dagingnya dimakan, bulunya dapat dijadikan mantel pakaian. Gigi dan kukunya dapat dibuat kalung perhiasan yang dapat melambangkan kejantanan pembunuhnya. Banyak manfaat yang didapatkan dengan membunuh beruang itu, yang jelas ia tidak dapat melihat manfaat binatang itu jika disayang.“Bukankah ia sangat menarik” kata Giok Si sambil menatap beruang itu dengan kagum.Tan Leng Ko menarik napas dalam dalam, taring binatang itu kecil kecil, ia seperti menyeringai padanya ketika memakan pucuk daun bambu muda yang masih tersisa. Diam-diam Tan Leng Ko mengakui, binatang ini memang terlihat lucu dan mengemaskan. Jika berukuran kecil mungkin cocok menjadi boneka mainan anak kecil pikirnya.Tidak ingin mengecewakan Giok Si, Tan Leng Ko membatalkan niatnya membunuh hewan itu. Dengan sikap waspada lalu ia memasuki goa gelap itu sendirian.

https://ceritasilatmaya.wordpress.com/2015/06/13/goresan-disehelai-daun/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C8442953159

No comments:

Post a Comment