Beberapa menit kemudian setelah kakek aneh ini lewat, tampak berkelebat
bayangan orang, juga datang dari arah timur melalui kaki bukit itu.
Mereka itu terdiri dari 12 orang laki-laki dari usia tiga puluh sampai
empat puluh tahun, dan seorang wanita berusia dua puluh lima tahun,
berwajah manis dan bertubuh bagus dengan pinggang ramping. 12 orang
laki-laki itu kesemuanya kelihatan gagah dan pakaian mereka jelas
menunjukkan bahwa mereka adalah ahli-ahli silat, sedangkan gerakan
mereka yang ringan cekatan.membuktikan bahwa mereka bukanlah sembarangan
orang kang-ouw melainkan rombongan orang gagah yang berilmu. Hal ini
memang tidak salah, karena mereka itulah yang terkenal dengan julukan
Cap-sa-sin-hiap (13 Pendekar Sakti) murid-murid utama dari Partai Besar
Bu-tong-pai! "Tahan dulu, para suheng!" Tiba-tiba wanita cantik itu
mengangkat tangannya ke atas dan memperingatkan para suhengnya, kemudian
dia menuding ke bawah dan berkata, "Lihat ini....!" Tiga Belas orang
ini memperhatikan bekas tusukan tongkat pengemis tadi yang jaraknya
teratur dan biarpun tiba di atas batu, tetap saja tampak batu itu
berlubang. "Siapa lagi kalau bukan dia?" kata gadis itu dengan alis
berkerut. "Tenaga tusukan tongkat yang hebat" kata seorang. "Dan jejak
kakinya tidak tampak, tak salah lagi, Pat-jiu Kaiong (Raja Pengemis
Berlengan Delapan), tentu telah lewat disini, dan baru saja. Hayo cepat
kita mengejarnya! Jangan sampai dia mendahului kita memasuki Hutan
Seribu Bunga!" kata orang tertua di antara mereka, seorang berusia empat
puluh tahun yang bermuka seperti harimau.
Karena kini merasa yakin bahwa jejak lubang-lubang itu tentu terbuat
oleh tongkat Pat-jiu kai-ong, maka tiga belas orang tokoh Bu-tong-pai
itu mencabut senjata masing-masing dan tampaklah berkilaunya senjata
tajam itu meluncur ke depan ketika tiga belas orang itu mengerahkan
ginkang mereka dan menggunakan ilmu berlari cepat melakukan pengejaran
ke depan, ke arah jejak berlubang itu. Tak lama kemudian terdengarlah
oleh mereka bunyi nyanyian kakek pengemis tadi. Tiga belas orang ini
memperlambat larinya dan satu-satunya wanita diantara mereka mengomel
lirih, "Hemm, dasar manusia iblis. Selama hidupnya mengejar kesenangan
dan demi kesenangan dia tidak segan melakukan hal-hal terkutuk yang
kejamnya melebihi iblis sendiri! "Sssssttt, Sumoi, terhadap orang
seperti dia kita harus berhati-hati. Semenjak dahulu, Bu-tong-pai tidak
pernah bermusuhan dengan tokoh kang-ouw yang manapun juga, tidak pula
mencampuri urusan mereka. Maka biarlah nanti kita bertanya dia secara
baik-baik dan kalau tidak terpaksa sekali lebih baik kita menghindarkan
pertempuran." Kata twasu-heng (kakak seperguruan tertua) mereka. Semua
sutenya mengangguk, akan tetapi sumoinya mengomel, "Siapakah yang takut
kepadanya?" Dia melintangkan pedangnya. Memang nona yang bernama The
Kwat Lin ini, terkenal berhati keras dan pemberani dan memang ilmu
pedangnya hebat maka tidaklah mengherankan apabila diat terhitung
seorang di antara Cap-sha Sin-hiap yang terkenal di dunia kang-ouw.
"Sumoi, kita harus mentaati perintah Suhu, agar tidak membawa
Bu-tong-pai menanam bibit permusuhan dengan golongan lain, baik kaum
bersih maupun kaum sesat. Karena itu, dalam pertemuan ini, serahkan saja
kepadaku untuk mewakili kalian semua!" Karena maklum bahwa dia tidak
boleh melanggar perintah gurunya dan bahwa twa-suheng ini selain paling
lihai juga merupakan seorang yang mewakili Suhu mereka, Kwat Lin
mengangguk biarpun bibirnya yang merah tetap cemberut tidak puas. Dia
merasa tidak puas melihat sikap jerih yang diperlihatkan para suhengnya.
Cap-sha Sin-hiap mempunyai nama besar di dunia kang-ouw, disegani kawan
ditakuti lawan, masa sekarang berhadapan dengan seorang tokoh sesat saja
kelihatan gentar? Suara nyanyian itu makin keras, tanda bahwa jarak di
antara mereka dengan kakek itu makin dekat. Dengan ilmu meringankan
tubuh yang hampir sempurna, tiga belas orang pendekar Bu-tong-pai itu
dan dapat menyusul dan berkelebatlah tubuh mereka, dari kanan kiri dan
atas, tahutahu mereka telah berdiri menghadap di depan kakek pengemis
dengan sikap keren dan gagah sekali. Kakek pengemis itu masih
melanjutkan nyanyiannya sambil berdiri memandang, dan ketika pandang
matanya bertemu dengan wajah Kwat Lin, dia tidak meyembunyikan
kekagumannya. Setelah nyanyiannya berhenti, barulah dia tersenyum dan
berkata, "Eh-eh, apakah kalian ini serombongan pemain akrobat yang
hendak menjual kepandaian? Aku seorang pengemis tidak mempunyai uang
untuk membayar upah kalian!"."Harap Locianpwe tidak berpura-pura lagi.
Kami tahu bahwa Locianpwe adalah Pat-jiukai-pangcu (Ketua Perkumpulan
Pengemis Delapan Lengan) yang terhormat. Locianpwe adalah tokoh terkenal
yang berjuluk Pat-jiu Kai-ong, bukan?" Kakek yang mukanya kelihatan
sabar dan baik hati itu tersenyum, senyumnya juga simpatik dan ramah.
Tiga belas orang pendekar Bu-tong-pai itu yang hanya baru mengenal nama
kakek sakti kaum sesat ini, diam-diam merasa heran bahkan sangsi apakah
benar mereka berhadapan dengan Patjiu Kai-ong yang kabarnya kejamnya
seperti iblis, karena kakek ini kelihatan halus tutur sapanya dan begitu
ramah! "Ha..ha..ha, sungguh sukar jaman sekarang ini untuk bersembunyi
dan menyembunyikan diri. Orang-orang muda sekarang amat tajam
penciumannya dan penglihatannya, biarpun belum pernah jumpa sudah
mengenal orang. Orangorang muda yang gagah dan cantik, dia memandang
Kwat Lin lagi dengan kagum, "Tidak keliru dugaan kalian aku adalah
Pat-jiu Kai-ong, seorang pengemis tua yang hanya memiliki sebatang
tongkat butut ini. Tidak tahu siapakah kalian dan perlu apa kalian
menghadang perjalananku?" "Kami adalah Cap-sha Sin-hiap dari
Bu-tong-pai!" kata Kwat Lin dan karena sudah terlanjur, maka percuma
saja twa-suhengnya mencegahnya dengan pandang matanya. "Benar, kami
adalah murid-murid Bu-tong-pai, Locianpwe," kata Twa-suheng itu dengan
hati tidak enak karena sumoinya yang lancang itu ternyata telah membuka
kartu dan mengaku bahwa mereka dari Bu-tong-pai, berarti membawa-bawa
nama perkumpulan mereka. "Ha..ha..ha, bagus. Memang Bu-tong-pai
mempunyai banyak murid pandai, gagah dan cantik sepanjang kabar yang
kudengar. Akan tetapi kalau tidak salah, aku tidak pernah berurusan
dengan Bu-tong-pai." Melihat sikap kakek itu masih ramah dan
kata-katanya juga halus dan tidak bermusuh, twasuheng itu menjadi makin
tidak enak. Akan tetapi karena dia maklum orang macam apa adanya kakek
di depannya ini, dan betapa Sin-tong yang mereka dengar merupakan
seorang anak ajaib yang luar biasa dan sudah menolong manusia dengan
pengetahuan yang tepat mengenai khasiat tetumbuhan yang mengandung obat,
maka tetap saja dia merasa khawatir akan keselamatan Sin-tong itu kalau
sampai kakek datuk sesat ini bertemu dengan anak itu. "Apa yang
Locianpwe katakan memang benar. Di antara Locianpwe dengan Bu-tong-pai,
tidak pernah ada urusan. Dan sekali ini, kami orang-orang muda dari
Bu-tong-pai juga tidak berniat untuk menganggu Locianpwe yang terhormat.
Hanya kami mendengar berita bahwa diantara banyak tokoh kangouw,
Locianpwe juga berminat kepada anak kecil budiman yang terkenal dengan
sebutan Sin-tong dan yang berdiam di dalam Hutan Seribu Bunga. Benarkah
ini, dan apakah Locianpwe sekarang sedang menuju ke hutan itu?" Mulai
berubah wajah kakek itu mendengar ucapan ini, senyumnya masih ada akan
tetapi sepasang matanya yang tadinya Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ berseri gembira itu kehilangan cahaya
kegembiraannya dan berubah dengan sinar kilat yang mengejutkan mereka
semua. "Hemmm, orang-orang muda yang lancang. Kalau benar aku hendak
pergi mengunjungi Sin-tong, kalian mau apakah?" Tiga belas orang anak
murid Bu-tong-pai itu sudah dapat "Mencium" keadaan yang membuat mereka
semua siap siaga. Mereka melihat bahwa kakek yang kelihatannya halus
budi itu dan ramah ini mulai memperlihatkan "tanduknya" atau watak
sesungguhnya. "Locianpwe, kalau benar demikian, kami hanya mohon kepada
Locianpwe agar tidak mengganggu Sin-tong." "Apamukah bocah itu?" "Bukan
apa-apa, Locianpwe. Namun mendengar betapa anak ajaib itu telah banyak
menolong orang tanpa pandang bulu tanpa pamrih, maka sudahlah menjadi
kewajiban semua orang gagah di dunia kang-ouw untuk menjaga kesel
amatannya.".Perubahan hebat pada diri kakek itu. Kini senyumnya bahkan
lenyap dan mulutnya menyeringai penuh sikap mengejek, matanya
berkilat-kilat dan suaranya berubah kaku, ketus dan memandang rendah.
"Anak-anak kurang ajar! Apakah Si Tua Bangka Kui Bho Sanjin yang
mengutus kalian?" "Guru kami tidak tahu-menahu tentang ini. Kami
kebetulan berada di daerah ini dan mendengar akan Sin-tong yang terancam
bahaya, maka kami melihat Locianpwe lalu sengaja hendak bertanya. Tentu
saja kalau Locianpwe tidak menghendaki Sin-tong, kami pun sama sekali
tidak kurang ajar dan kami mohon maaf sebanyaknya." "Aku memang menuju
ke Hutan Seribu Bunga. Mengapa kalian menyangka bahwa aku akan
mencelakai Sin-tong?"
Tiga belas pendekar Bu-tong-pai itu makin tegang. Kakek ini sudah mulai
berterus terang, maka tiada salahnya kalau mereka bersikap waspada dan
berterus terang pula. "Siapa yang tidak mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong
sedang menyempurnakan ilmu iblis yang disebut Hiat-ciang-hoat-sut (Ilmu
Hitam Tangan Darah)?" Tiba-tiba Kwat Lin berseru sambil menudingkan
telunjuk kirinya ke arah muka kakek itu. Para suhengnya terkejut, akan
tetapi ucapan telah terlanjur dikeluarkan dan memang dalam hati mereka
terkandung tuduhan ini. Ilmu Hiat-ciang hoat-sut adalah semacam ilmu
hitam yang hanya dapat dipelajari oleh kaum sesat karena ilmu ini
membutuhkan syarat yang amat keji, yaitu menghimpun kekuatan hitam
dengan jalan menghisap dan minum darah, otak dan sumsum anak-anak yang
masih bersih darahnya! Tentu saja bagi seorang yang sedang
menyempurnakan ilmu iblis ini, Sin-tong mempunyai daya tarik yang luar
biasa, karena darah, otak dan sumsum seorang bocah seperti Sin-tong yang
ajaib, lebih berharga dari darah, otak dan sumsum puluhan orang bocah
biasa lainnya!. Tiba-tiba kakek itu tertawa lebar. Hah-hah-hah-hah,
memang benar! Dan satu-satunya bocah yang akan menyempurnakan ilmuku itu
adalah Sin-tong! Dan aku bukan hanya suka minum dan menghisap darah,
otak dan sumsum bocah yang bersih, juga aku bukannya tidak suka
bersenangsenang dengan perawan cantik seperti engkau, Nona!" "Singggg!
Singggg...!" Tampak sinar-sinar berkilauan ketika pedang yang tiga belas
buah banyaknya itu bergerak secara berbarengan dan tiga belas orang
pendekar itu telah mengurung si Kakek yang masih tertawa-tawa. "Heh-heh,
kalian mau coba-coba main-main dengan Pat-jiu Kai-ong? Sayang kalian
masih muda-muda harus mati, kecuali Nona manis. Andaikata Si Tua Bangka
Kui Bhok Sanjin berada disini sekalipun, dia juga tentu akan mampus
kalau berani menentang Pat-jiu Kai-ong!"
"Serbu dan basmi iblis ini!" Twa-suheng itu berteriak dan mereka sudah
menerjang maju dengan bermacam gerakan yang cepat dan dahsyat. Tiba-tiba
kakek itu mengeluarkan suara pekik yang dahsyat, pekik yang disusul
dengan suara tertawa menyeramkan. Suara ketawa ini bergema di seluruh
hutan, sehingga terdengar suara ketawa menjawabnya dari semua penjuru,
seolah-olah semua setan dan iblis penjaga hutan telah datang oleh
panggilan kakek itu. Hebatnya, suara pekik dan tertawa itu membuat tiga
belas orang pendekar itu seketika seperti berubah menjadi arca, gerakan
mereka terhenti dan untuk beberapa detik mereka hanya bengong memandang
kakek itu dan jantung mereka seolah-olah berhenti berdenyut. Twa-suheng
mereka yang bermuka gagah perkasa itu segera berseru, "Awas.
Saicu-hokang (Ilmu menggereng seperti singa berdasarkan khikang)!"
Seruan ini menyadarkan para sutenya dan sumoinya. Mereka cepat
mengerahkan sinking sehingga pengaruh Saicuhokang itu membuyar. Pedang
mereka melanjutkan gerakannya. "Sing-sing.... siuuuut....
trang-trang-trang..Heh-hehheh!".Gulungan sinar pedang-pedang yang
menyambar ke arah tubuh kakek dari berbagai jurusan, dapat ditangkis
oleh gulungan sinar tongkat hitam yang telah diputar dengan cepatnya
oleh Pat-jiu kai-ong. Para pendekar Bu-tong-pai itu terkejut ketika
merasakan betapa telapak tangan mereka menjadi panas dan nyeri setiap
kali pedang mereka tertangkis tongkat. Hal ini menandakan bahwa Si kakek
benar-benar amat lihai dan memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Juga
tongkatnya yang kelihatan butut dan hitam itu ternyata terbuat dari
logam pilihan sehingga mampu menahan ketajaman pedang di tangan mereka,
padahal semua pedang di tangan Cap-sha Sin-hiap adalah pedang pedang
pusaka yang ampuh. "Ha..ha..ha, inikah Ngo-hengkiam (Ilmu Pedang Lima
Unsur) dari Bu-tong-pai yang terkenal? Ha..ha, tidak seberapa!" Sambil
menggerakan tongkatnya menangkis setiap sinar pedang yang meluncur
datang, kakek itu tertawa dan mengejek. "Bentuk Sin-kiam-tin (Barisan
Pedang Sakti)!" Teriak si Twa-suheng melihat betapa kakek itu
benar-benar amat tangguh sehingga semua serangan pedang mereka dapat
ditangkis dengan mudahnya. Tiba-tiba tiga belas orang pendekar itu
merobah gerakan mereka, kini mereka tidak lagi menyerang dari kedudukan
tertentu, melainkan mereka bergerak mengurung dan mengelilingi kakek
itu, sambil bergerak berkeliling mereka menyusun serangan berantai yang
susul menyusul dan yang datangnya dari arah yang tidak tertentu.
Diam-diam kakek itu terkejut. Sejenak dia menjadi bingung. Kalau tadi
mereka itu menyerangnya dari kedudukan tertentu, biarpun gerakan mereka
tadi berdasarkan Ngo-heng-kiam, namun dia sudah dapat mengenal dasar
Ngo-heng-kiam dan dapat menggerakan tongkat secara otomatis untuk
menangkis semua pedang yang dating menyambar. Akan tetapi sekarang,
sukar sekali menentukan dari mana serangan akan dating, dan gerakan
mengelilinginya itu benar-benar mendatangkan rasa pusing. Marahlah
Pat-jiu Kai-ong. Tadi dia ingin mempelajari ilmu pedang Bu-tong-pai dan
memperhatikan para pengeroyoknya sebelum membunuh mereka. Akan tetapi
setelah mereka menggunakan Sin-kiam-tin dia tahu behwa mereka kalau dia
tidak cepat mendahului mereka, dia bisa terancam bahaya. Tidak
disangkanya bahwa Si Tua Bangka Kui Bhok San-jin, ketua dari Bu-tong-pai
dapat menciptakan barisan pedang yang demikian lihainya. Tiba-tiba
terjadi perubahan pada diri kakek ini. Tangan kirinya berubah menjadi
merah sekali, merah darah!
"Hati-hati terhadap Hiat-ciang Hoat-sut!" Si Twa-suheng berseru keras
ketika melihat perubahan warna tangan kiri kakek itu. Pat-jiu Kai-ong
tiba-tiba mengeluarkan pekik yang amat dahsyat, lebih dahsyat daripada
tadi dan tubuhnya mendadak membalik, tongkatnya menyambar dibarengi
tangan kiri merah itu mendorong ke depan. "Prak-prak...dessss!" Tiga
orang pengeroyok menjerit dan roboh, dua orang dengan kepala pecah oleh
tongkat, sedangkan seorang lagi terkena pukulan jarak jauh Hiat-ciang
Hoat-sut, roboh dan tewas seketika dengan dadanya tampak ada bekas lima
jari merah seperti terbakar, bahkan bajunya robek dan hangus. Itulah
Hiat-ciang Hoat-sut, pukulan maut yang mengerikan. Padahal ilmu itu
masih belum sempurna, dapat dibayangkan betapa hebatnya kalau kakek ini
berhasil menghisap darah, otak dan sumsum seorang bocah ajaib seperti
Sin-tong!. Sepuluh orang pendekar Bu-tong-pai terkejut dan marah sekali.
Mereka melanjutkan serangan dengan penuh semangat dan penuh dendam.
Namun kembali Pat-jiu Kai-ong memekik dahsyat sambil bergerak menyerang,
dan kembali tiga orang lawan roboh dan tewas. Serangan ini diulanginya
terus, tidak memberi kesempatan kepada para pengeroyoknya untuk
membebaskan diri. Empat kali terdengar dia memekik dahsyat seperti itu
dan akibatnya, dua belas orang diantara Cap-sha Sin-hiap dari
Bu-tong-pai itu tewas semua, tewas dalam keadaan masih menggurungnya dan
yang masih hidup tinggal The Kwat Lin.seorang! Hal ini memang disengaja
oleh Pat-jiu Kai-ong dan kini sambil tersenyum mengejek dia menghadapi
Kwat Lin. Dapat dibayangkan betapa perasaan dara itu melihat dua belas
orang suhengnya telah tewas semua! Dua belas orang suhengnya yang selama
ini berjuang sehidup semati dengannya, kini telah menjadi mayat yang
bergelimpangan di sekelilingnya, seolah-olah mayat dua belas orang itu
mengurung dia dan Pat-jiu Kai-ong yang berdiri tersenyum di depannya.
"Iblis busuk, aku akan mengadu nyawa denganmu!" Kwat Lin berseru
mengandung isak tertahan. "Haiiiit.....!" tubuhnya melayang ke depan,
pedangnya ditusukkan ke arah dada lawan dengan kebencian meluap-luap.
Namun dengan gerakan seenaknya kakek itu memukulkan tongkatnya dari
samping menghantam pedang yang menusuknya. "Krekkk!" Pedang itu patah
dan gagangnya terlepas dari pegangan Kwat Lin! Dara itu membelalakan
matanya dan melihat pandang mata kakek itu kepadanya, melihat senyum
yang baginya amat mengerikan itu, tiba-tiba dia membalikan tubuhnya dan
melayang ke arah sebatang pohon besar, dengan niat untuk membenturkan
kepalanya pecah pada batang pohon itu! Kwat Lin melihat ancaman bahaya
yang lebih mengerikan daripada maut sendiri, maka setelah yakin bahwa
dia tidak akan mampu mengalahkan lawannya, dia mengambil keputusan nekat
untuk membunuh diri dengan membenturkan kepalanya pada batang pohon.
"Bukkkkkk!" Bukan batang pohon yang dibentur kepalanya, melainkan perut
lunak dan tubuhnya berada dalam pelukan Pat-jiu Kai-ong yang entah kapan
telah berada di situ menghadangnya di depan pohon! "Lepaskan aku!!"
Kwat Lin berteriak dan tubuhnya tiba-tiba dilontarkan oleh kakek itu,
jauh kembali ke dalam lingkaran mayat-mayat suhengnya. Dengan langkah
gontai, kakek itu tersenyum-senyum memasuki lingkaran dan melangkahi
mayat bekas para penggeroyoknya, menghampiri Kwat Lin yang sudah bangkit
duduk dengan muka pucat dan mata terbelalak. Dia telah tersudut seperti
seekor kelinci muda ketakutan menghadapi seekor harimau yang siap
menerkamnya. Perasaan ngeri yang luar biasa membuat Kwat Lin cepat
menggerakan tangan kanannya, dengan dua buah jari tangan dia menusuk ke
arah ubun-ubun kepalanya sendiri sambil mengerahkan sinking. Batu karang
saja akan berlubang terkena tusukan jari tangannya seperti itu apa lagi
ubun-ubun kepalanya. "Plakkk!" "Aihhh....!" Kwat Lin menjerit ketika
tangannya itu tertangkis dan setengah lumpuh. Ternyata kakek itu telah
berdiri di depannya dan telah mencegah dia membunuh diri!
"Bretttt...bretttt....!" Tongkat kakek itu bergerak beberapa kali dan
seperti disulap saja seluruh pakaian yang membungkus tubuh Kwat Lin
cabik-cabik dan cerai-berai, membuatnya menjadi telanjang bulat sama
sekali! Kwat Lin menjerit akan tetapi tiba-tiba, seperti seekor kucing
menerkam tikus, sambil mengeluarkan suara ketawa menyeramkan, kakek itu
telah menubruk dan memeluknya sehingga mereka berdua bergulingan diatas
rumput yang bernoda darah para korban keganasan kakek itu! Kwat Lin
melawan sekuat tenaga, namun sia-sia belaka. Untuk membunuh diri tidak
ada jalan baginya, untuk melawan pun percuma, bahkan semua jeritan
tangis dan permohonan, semua usahanya merontaronta tiada gunanya sama
sekali. Bahkan semua usaha ini malah menyenangkan hati si Kakek.
Seolah-olah seekor kucing yang menjadi gembira dapat mempermankan seekor
tikus yang telah tersudut dan tidak berdaya, mempermainkannya dan
melihatnya tersiksa dan meronta sebelum menjadi mangsanya! Selama tiga
hari tiga malam Kwat Lin menderita siksaan yang amat hebat. Diperkosa,
dihina, diejek. Pada hari ketiga,pagi-pagi sekali dalam keadaan lebih
banyak yang mati daripada yang hidup, dalam keadaan setengah sadar,
rebah terlentang tak mampu bergerak, hanya matanya saja yang mendelik
memandang kakek itu. Kwat Lin melihat kakek itu mengenakan pakaian,
menyambar tongkatnya dan tertawa memandang kepadanya yang masih rebah
terlentang dalam keadaan telanjang bulat di atas rumput berdarah..
Ha-ha-ha-ha... sekarang aku pergi, manis. Aku telah puas, dan kalau kau
mau membunuh diri, silahkan. Ha-ha-ha!"Biarpun Kwat lin berada dalam
keadaan menderita hebat, kehabisan tenaga, hampir mati karena lelah,
muak, jijik, malu, marah dan dendam tercampur aduk menjadi satu dalam
benaknya, namun kebencian yang meluap-luap masih memberinya tenaga untuk
berseru, "Jahanam, sekarang aku harus hidup! Aku harus hidup untuk
melihat engkau mampus ditanganku!" "Ha..ha..ha..ha! Kalau sewaktu-waktu
kau merasa rindu kepadaku, manis, datang saja ke Hong-san, sampai
jumpa!" Kakek itu lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu
meninggalkan Kwat-Lin yang masih rebah dan kini wanita yang bernasib
malang ini menangis sesenggukan dia antara mayat-mayat dua belas
suhengnya yang sudah mulai membusuk dan berbau! Dapat dibayangkan betapa
tersiksa rasa badan wanita muda ini. Dia dipaksa, diperkosa, dihina di
antara mayat-mayat dua belas suhengnya, bahkan sewaktu keadaan
mayat-mayat itu mulai membusuk dan menyiarkan bau yang hampir tak
tertahankan, kakek itu masih saja enakenak mempermainkannya. Benar-benar
seorang manusia yang kejam melebihi iblis sendiri.
Tiba-tiba Kwat lin bangkit serentak, seolah-olah ada tenaga baru
memasuki tubuhnya yang menderita nyeri, lelah dan kelaparan karena
selama tiga hari tiga malam dia dipermainkan tanpa diberi makan atau
minum oleh kakek iblis itu. Dia berdiri tegak, telanjang bulat, lalu
memandang ke arah semua mayat suhengnya, dan matanya menjadi liar,
keluar suara parau dari mulutnya yang pecah-pecah bibirnya oleh gigitan
kakek iblis. "Suheng sekalian, dengarlah! Aku The Kwat Lin, bersumpah
untuk membalaskan kematian suheng sekalian. Satu-satunya tujuan hidupku
sekarang hanyalah untuk membalas dendam dan membunuh iblis busuk Pat-jiu
Kai-ong!" Tiba-tiba dia terhuyung mundur memandang wajah
twa-suhengnya. Pria inilah sebetulnya yang sudah sejak dahulu mencuri
hatinya. "Twa Suheng......!" Dia menubruk dan berlutut di dekat mayat
yang sudah mulai membusuk itu. "Jangan berduka, Twa-suheng....jangan
menangis......" Dia berdirisesunggukan. "Apa.....? Aku telanjang.....?
Pakaianmu......? Seperti orang gila yang bicara dengan sesosok mayat,
Kwat Lin bertanya, kemudian dia membuka baju dab celana luar dari mayat
yang sudah kaku kejang itu dengan agak susah, dan mengenakan pada
tubuhnya sendiri. Tentu saja agak kebesaran. "Hi-hi-hik, pakaianmu
kebesaran, Suheng......." Dia memandang wajah mayat twa-suhengnya dan
tertawa lagi. "Hi-hik,nah,begitu, tertawalah Twa-suheng, tertawalah para
suheng sekalian......, tertawa dan bergembiralah karena dendam kalian
pasti akan kubalaskan...! Hi-hi-hik... hu-hu-huuuhhh..." Dia menangis
lagi terisak-isak dan dengan terhuyung-huyung dia meninggalkan tempat
mengerikan itu setelah mengambil pedang twasuhengnya. Pedang itu adalah
pedang pusaka terbaik di antara pedang ketiga belas orang pendekar
Bu-tong-pai itu, sebatang pedang pemberian Ketua Bu-tong pai sendiri,
pedang yang di dekat gagangnya ada gambar setangkai bunga Bwee merah,
maka pedang itu diberi nama Ang-bwekiam (Pedang Bunga Bwee Merah). Dia
terhuyung-huyung, pergi tak tentu tujuan, asal menggerakkan kedua kaki
melangkah saja, langkah yang kecil-kecil dan terhuyunghuyung karena
tubuhnya masih terasa lelah, lapar dan sakit semua. Kadang-kadang
terdengar dia terisak menangis, kemudian terkekeh geli sehingga kalau
ada orang yang bertemu dengan wanita yang bibirnya pecah-pecah mukanya
penuh debu dan air mata, matanya membengkak dan merah, rambutnya
riap-riapan dan pakaiannya terlalu besar, ini tentu orang itu akan
merasa seram, mengira bahwa setidaknya dia adalah seorang wanita gila.
Dugaan ini memang tidak meleset terlalu jauh. Penderitaan lahir batin
yang melanda diri Kwat Lin membuat wanita malang ini tidak kuat menahan
sehingga terjadi perubahan pada ingatannya. Pada hari yang sama ketika
Cap-sha Sin-hiap roboh di tangan kakek iblis Pat-jiu Kai-ong di kaki
Pegunungan Jenghoa-san, terjadi pula peristiwa hebat di bagian lain dari
Pegunungan itu. Kalau Cap-sha Sin-hiap roboh di daerah timur
pegunungan, maka di daerah barat terjadi pula peristiwa yang hampir sama
sungguhpun sifatnya berbeda. Pada pagi hari itu, seorang wanita
berjalan seorang diri mendaki lereng pertama dari pegunungan
Jeng-hoa-san sebelah barat. Wanita itu memasuki hutan dengan wajah
berseri dan harus diakui bahwa wajah wanita cantik manis sekali,
mempunyai daya tarik yang kuat sungguhpun usianya sudah empat puluh
tahun. Tidak.ada keriput mengganggu kulit mukanya yang putih halus,
mulutnya yang agak lebar itu mempunyai bibir yang senantiasa menantang
dan seolah-olah buah masak yang sudah pecah, akan tetapi kalau orang
memperhatikan matanya, mata yang jernih dan bersinar tajam, maka hati
yang kagum akan kecantikannya tentu akan berubah menjadi ragu-ragu,
curiga dan ngeri karena sepasang mata itu tidak pernah, atau jarang
sekali berkedip. Mata itu terbuka terus seperti mata boneka! Dengan
langkah-langkah gontai dan lemas, membuat buah pinggulnya menonjol dan
bergoyang ke kanan kiri, wanita itu berjalan seorang diri,
memutar-mutarsebuah payung yang dipanggulnya. Sebuah payung hitam yang
tertutup, gagangnya melengkung dan ujungnya meruncing. Pakaiannya serba
mewah dan indah, rambutnya panjang sekali, digelung ke atas seperti
sebuah menara hitam yang indah, terhias tusuk sanggul dari mutiara dan
emas. Yang menarik adalah kuku-kuku jari tangannya. Kuku yang panjang
terpelihara, diberi warna merah, panjang meruncing dan agak melengkung
seperti kuku kucing atau harimau. Pakaiannya yang mewah itu dibuat
terlalu pas dengan tubuhnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga membungkus ketat tubuh itu, membayangkan lekuk lengkung yang
menggairahkan dari dada sampai ke kaki karena celananya yang terbuat
dari sutera merah muda itu pun ketat sekali! Biarpun kelihatannya
seperti seorang wanita cantik dan genit (tante girang), namun
sesungguhnya dia bukanlah manusia biasa saja! Inilah dia yang terkenal
sekali di dunia hitam kaum penjahat, karena wanita ini bukan lain adalah
Kiam-mo Cai-li (Wanita Pandai Berpayung Pedang), sebuah julukan yang
membuat bulu tengkuk orang yang sudah mengenalnya berdiri sangking
ngerinya karena wanita yang sebenarnya hanya bernama Liok Si ini
memiliki ilmu kepandaian yang tinggi mengerikan dan kekejaman yang sukar
dicari bandingnya! Bahkan ia disamakan dengan wanita cantik penjelmaan
siluman rase yang biasa mengganggu pria, dan setiap orang pria yang
terjebak dalam pelukannya tentu akan mati kehabisan darah, disedot habis
oleh siluman ini! Tentu saja bagi mereka yang belum pernah berjumpa
dengannya, sama sekali tidak akan mengira bahwa wanita yang
berlenggak-lenggok dengan payung di pundak itulah iblis wanita yang
menggeggerkan dunia kang-ouw dengan perbuatannya yang luar biasa. Dan
mudah saja diduga mengapa pada hari itu Kiam-mo Cai-li ini mendaki
lereng Jeng-hoa-san! Tentu saja dia pun mendengar berita menggeggerkan
dunia kang-ouw akan adanya Sin-tong, Si Bocah ajaib dan mendengar ini,
kontan keras hatinya berdebar-debar penuh ketegangandan penuh birahi!
Dia dapat membayangkan betapa tenaga mukjijat yang dihimpunnya secara
ilmu hitam dengan jalan menghisap sari tenaga ratusan orang pria, akan
meningkat dengan hebat sekali kalau dia bisa menghisap kejantanan si
Bocah Ajaib itu! Maka begitu mendengar akan bocah ajaib di puncak
Pegunungan Jeng-hoa-san di mengunjungi pegunungan itu, dia segera
menempuh perjalanan jauh Perjalananyang jauh karena biarpun sering kali
Liok Si ini pergi merantau namun dia memiliki sebuah pondok kecil
seperti istana mewahnya terletak di tempat yang tidak lumrah dikunjungi
manusia, yaitu di daerah Rawa Bangkai. Rawa-rawa yang liar ini terdapat
di kaki Pegunungan Luliang-san, merupakan daerah maut karena banyak
lumpur dan pasir yang berputar, merupakan perangkap maut bagi manusia
dan hewan. Namun di tengahtengah rawa-rawa itu, yang tidak dapat
dikunjungi oleh manusia lain, terdapat sebuah tanah datar, tanah keras
semacam pulau dan diatas pulau inilah letaknya istana kecil milik Liok
Si yang berjuluk Kiam-mo Cai-li, bersama belasan orang
pembantu-pembantuyang sudah menjadi orang-orang kepercayaannya. Dia
disebut Cai-li(Wanita Pandai) karena sebetulnya wanita ini dulunya
adalah puteri seorang sasterawan kenamaan dan semenjak kecil Liok Si
telah mempelajari kesusasteraan sehingga dia mahir sekali akan sastra,
bahkan dia pernah menyamar sebagai pria menempuh ujian pemerintah
sehingga dia lulus dan mendapat gelar siucai! Akan tetapi, penyamarannya
keetahuan dan seorang pembesar tinggi istana yang kagum kepadanya lalu
mengambilnya sebagai seorang selir. Selain ilmu sastra, juga Liok Si ini
semenjak kecil digembleng ilmu oleh para sahabat ayahnya, apalagi
setelah menjadi selir pembesar tinggi di istana, dia mengadakan hubungan
dengan kepala-kepala pengawal, dengan pengawalpengawal kaisar yang
berilmu tinggi, menyerahkan tubuhnya sebagai pengganti ilmu silat-ilmu
silat tinggi yang diperolehnya sebagai "bayaran". Akhirnya, pembesar itu
mengetahui akan tabiat selirnya ini yang ternyata adalah seorang wanita
yang gila pria maka dia diusir dari istana pembesar itu. Akan tetapi,
apa yang dilakukan oleh wanita ini? Dia membunuh Si Pembesar, membawa
banyak harta benda yang dicurinya dari istana itu, kemudian
minggat!.Belasan tahun kemudian, muncullah nama julukan Kiam-mo Cai-li,
namun tidak ada yang menduga bahwa dia adalah Liok Si yang dahulu
menjadi selir bangsawan dan yang membunuh bangsawanitu sehingga menjadi
orang buruan pemerintah. Liok Si berjalan sambil tersenyum-senyum,
kadang-kadang senyumnya melebar dan tampak giginya yang putih mengkilat
dan di kedua ujungnya terdapat sebuah gigi yang agak meruncing sehingga
sekelebatan mirip gigi caling sihung. Hatinya gembira sekali kalau dia
membayangkan betapa akan sedapnya kalau dia dapat memperoleh bocah ajaib
itu. "Hemmm, aku harus bersikap halus dan hati-hati terhadapnya,
menikmatinya selama mungkin. Hemmm..." Tiba-tiba dia terkejut dan
menghentikan langkahnya, akan tetapi kembali dia tersenyum manis matanya
mengerling tajam penuh kegairahan ketika melihat lima orang laki-laki
berdiri di depannya dengan sikap gagah. Pandang matanya
menyambar-nyambar dan terbayang kepuasan dan kekaguman. Memang, hati
seorang wanita gila pria seperti Liok Si tentu saja menjadi berdebar
tegang ketika melihat lima orang pria yang usianya rata-rata tiga puluh
tahun lebih bertubuh tegap-tegap dan rata-rata berwajah tampan dan
gagah! Seperti melihat lima butir buah yang ranum dan matang hati!
"Aih-aihh... Siapakah Ngo-wi (Anda berlima) yang gagah perkasa ini? Dan
apakah Ngo-wi sengaja hendak bertemu dan bicara dengan aku?" Seorang di
antara mereka, yang usianya tiga puluh tahun, mukanya bulat dan alisnya
seperti golok hitam dan tebal, berkata, "Apakah kami berhadapan dengan
Kiam-mo Cai-li dari Rawa Bangkai?" Wanita itu memainkan bola matanya
memandangi wajah merka berganti-ganti dengan berseri, mulunya tersenyum
ketika menjawab, "kalau benar mengapa? Kalian ini siapakah?" "Kami
adalah Kee-san Ngo-hohan(Lima Pendekar dari Gunung Ayam)". "Kiam-mo
Cai-li mengeluarkan bunyi "tsk-tsk-tsk" dengan lidahnya tanda kagum.
Segera dia menjura dan berkata manis. "Aih, kiranya lima pendekar yang
namanya sudah terkenal di seluruh dunia kang-ouw sebagai murid-murid
utama Hoa-san-pai? Aih, terimalah hormatnya seorang wanita bodoh seperti
aku." "Harap Toanio(Nyonya) tidak mengejek dan bersikap merendah. Kami
sudah tahu siapa adanya Kiam-mo Cai-li, dan karena melihat engkau
mendaki Jeng-hoa-san, maka terpaksa kami memberanikan diri untuk
menghadang." "Ehm...! Maksud kalian?" Senyumnya makin manis dan kerling
matanya makin memikat. "Kami telah mendengar akan berita bahwa
tokoh-tokoh kang-ouw sedang berusaha untuk memperebutkan Sin-tong yang
berada di Hutan Seribu Bunga dan kami mendengar pula bahwa Kiam-mo
Cai-li merupakan seorang di antara mereka yang hendak menculik Sin-tong.
Karena kami telah berhutang budi, diberi obat oleh Sin-tong maka kami
hanya dapat membalas budinya dengan melindunginya terutama dari
tangan... maaf, para tokoh kaum sesat yang tentu tidak mempunyai itikad
baik terhadap dirinya. Andaikata kami tidak berhutang budi sekalipun,
mengingat bahwa Sin-tong adalah seorang anak ajaib yang telah banyak
menolong orang tanpa pandang bulu, sudah menjadi kewajiban orang-orang
gagah untuk melindunginya." Kembali Kiam-mo Cai-li tersenyum. "Terus
terang saja, memang aku mendengar tentang Sin-tong dan aku ingin
mendapatkannya, maka hari ini aku mendaki Jeng-hoa-san. Habis kalian mau
apa?" Kalau begitu, kami minta dengan hormat agar kau suka membatalkan
niatmu itu, Toanio. Kalau kau memaksa hendak menganggu Sin-tong,
terpaksa kami akan merintangimu dan tidak membolehkan kau melanjutkan
perjalanan!" "Hi-hi-hik, galak amat! Lima orang laki-laki muda tampan
gagah bertemu dengan seorang wanita cantik penuh gairah, sungguh tidak
semestinya kalu bermain senjata mengadu nyawa!"
"Hemm, habis semestinya bagaimana?" tanya orang pertama dari Kee-san
Ngo-hohan yang betapapun juga merasa jerih mendengar nama besar wanita
ini dan mengharapkan wanita itu akan mengalah dan pergi dari situ, tidak
mengganggu Sin-tong..Mata itu tajam mengerling dan senyumnya penuh
arti, bibirnya penuh tantangan. "Mestinya? Mestinya kita bermain cinta
memadu kasih!" "Perempuan hina!" "Jalang!" "Siluman betina" Lima orang
itu telah mencabut senjata masing-masing yaitu senjata golok besar yang
selama ini telah mengangkat nama mereka di dunia kang-ouw. Kelima orang
pendekar ini memang merupakan ahli-ahli bermain golok dengan Ilmu
Hoasan-to-hoat yang terkenal, dan selain itu juga mereka semua mahir
akan ilmu menotok jalan darah yang bernama Sam-citiam-hoat, yaitu ilmu
menotok menggunakan tiga buah jari tangan.
"Siaaaattt...singg...siang..." "Ha-ha, bagus! kalian memang gagah sekali
bermain golok, tentu lebih gagah kalau bermain cinta, hi-hik!" Kiam-mo
Cai-li mengelak dan tiba-tiba payung hiatmnya berkembang terbuka. Payung
itu merupakan senjata isimewa, terbuat dari baja yang kuat dan kainnya
terbuat dari kulit badak yang kering dan sudah dimasak lemas, namun
kuatnya luar biasa dapat menahan bacokan senjata tajam. Adapun ujung
payung itu meruncing, merupakan ujung pedang, dan gagangnya yang
melengkung itu pun dapat digunakan sebagai senjata kaitan yang lihai.
"Trang-trang-trang...!!" Bunga api berpijar ketika golokgolok itu
tertangkis oleh payung dan karena kini tubuh wanita itu tertutup payung
yang berkembang dan berputar-putar, maka sukarlah bagi lima orang itu
untuk menyerangnya dari depan. Mereka lalu berloncatan dan mengurung
wanita itu. "Hi-hik, hayo keroyoklah. Kalu baru kalian lima orang ini
saja, masih terlampau sedikit bagiku. Hi-hik, hendak kulihat sampai
dimana kekuatan kalian apakah patut untuk menjadi lawanlawanku untuk
bermain cinta!" "Perempuan rendah!" Orang pertama dari lima pendekar itu
marah sekali, goloknya menyambar dahsyat, tapi tiba-tiba golok itu
terhenti di tengah udara karena telah terikat oleh sebuah benda hitam
panjang yang lembut. Kiranya wanita itu telah mengudar gelung rambutnya
dan ternyata rambut itu panjangnya sampai ke bawah pinggulnya, rambut
yang gemuk hitam, panjang dan harum baunya, bahkan bukan itu saja
keistemewaannya, rambut itu dapat dipergunakan sebagai senjata ampuh,
sebagai cambuk yang kini berhasil membelit golok orang pertama dari
Kee-san ngo-hohan! Sebelum orang ini ssempat menarik goloknya, tangan
kiri Kiam-mo Cai-li bergerak menghantam tengkuk orang itu dengan tangan
miring. "Krekk!" Laki-laki itu mengeluh dan roboh tak dapat bangkit
kembali karena dia telah terkena totokan istimewa yang membuat tubuhnya
lumpuh sungguhpun dia masih dapat melihat dan mendengar. Empat orang
lainnya terkejut dan marah sekali. Mereka memutar golok lebih gencar
lagi, bahkan kini tangan kiri mereka membantu dengan serangan totokan
Sam-ci-tiam-hoat yang ampuh! Namun orang yang mereka keroyok itu
tertawa-tawa mempermainkan mereka. Setiap serangan golok dapat dihalau
dengan mudah oleh payung yang diputar-putar sedangkan ujung rambut yang
panjang itu mengeluarkan suara ledakan-ledakan kecil dan
menyambarnyambar di atas kepala mereka, tidak menyerang, hanya
mendatangkan kepanikan saja karena memang dipergunakan untuk
mempermainkan mereka. "Mampuslah!" Orang ke dua yang menyerang dengan
golok ketika goloknya ditangkis, cepat dia "memasuki" lowongan dan
berhasil mengirim totokan. Karena tempat terbuka yang dapat dimasuki
jari tangannya di antara putaran payung itu hanya di bagian dada, maka
dia menotok dada kiri wanita itu. Dalam keadaan seperti itu, menghadapi
lawan yang amat tangguh, pendekar ini sudah tidak mau lagi mempergunakan
sopan santun yang tentu tidak akan dilanggarnya kalau keadaan tidak
mendesak seperti itu.."Cusss...!" tiga buah jari tangan itu tepat
mengenai buah dada kiri yang besar, tapi dia hanya merasakan sesuatu
yang lunak hangat, sedangkan wanita itu sama sekali tidak terpengaruh,
bahkan mengerling dan berkata, "Ihh, kau bersemangat benar, tampan.
Belum apaapa sudah main colek dada, hihik!" Tentu saja pendekar ini
menjadi merah sekali mukanya. Dia merasa malu akan tetapi juga
penasaran. Ilmu totok yang dimilikinya sudah terkenal dan belum pernah
gagal. Tadi jelas dia telah menotok jalan darah yang amat berbahaya di
dada wanita itu, mengapa wanita itu sama sekali tidak merasakan apa-apa,
bahkan menyindirnya dan dianggap dia mencolek dada? Dengan marah dia
menerjang lagi bersama tiga orang sutenya. "Sudah cukup, sudah cukup,
rebah dan beristirahatlah kalian!" Tiba-tiba payung itu tertutup
kembali, berubah menjadi pedang yang aneh dan segulung sinar hitam
menyambar-nyambar mendesak empat orang itu, kemudian dari atas terdengar
ledakan-ledakan dan berturut-turut tiga orang lagi roboh terkena
totokan ujung rambut wanita sakti itu. Seperti orang pertama, mereka ini
pun roboh tertotok dan lumpuh, hanya dapat memandang dengan mata
terbelalak namun tidak menggerakan kaki tangan mereka! Orang termuda
dari mereka kaget setengah mati melihat betapa empat orang suhengnya
telah roboh. Namun dia tidak menjadi gentar, bahkan dengan kemarahan dan
kebencian meluap dia memaki, "Perempuan hina, pelacur rendah, siluman
betina, aku takkan mau sudah sebelum dapat membunuhmu!" "Aihhh... kau
penuh semangat akan tetapi mulutmu penuh makian menyebalkan hatiku!"
Golok itu tertangkis oleh payung sedemikian kerasnya sehingga terpental
dan sebelum laki-laki itu dapat mengelak, sinar hitam menyambar dan
ujung rambut telah membelit lehernya! Pria itu berusaha sekuat tenaga
untuk melepaskan libatan rambut dari lehernya dengan kedua tangan, akan
tetapi begitu wanita itu menggerakkan kepalanya, rambutnya terpecah
menjadi banyak gumpalan dan tahu-tahu kedua pergelangan lengan orang itu
pun sudah terbelit rambut yang seolah-olah hidup seperti ular-ular
hitam yang kuat. "Nah, kesinilah, Tampan. Mendekatlah, kekasih. Kau
perlu dihajar agar tidak suka memaki lagi!" Laki-laki itu sudah membuka
mulut hendak memaki lagi, akan tetapi libatan rambut pada lehernya makin
erat sehingga dia tidak dapat bernapas, kemudian rambut itu menariknya
mendekat kepada wanita yang tersenyum-senyum itu! Kini laki-laki itu
sudah berada dekat sekali, bahkan dada dan perutnya telah menempel pada
dada yang membusung dan perut yang mengempis dari wanita itu. Tercium
olehnya bau wangi yang aneh dan memabokkan, akan tetapi karena lehernya
terbelit kuat-kuat, dan napasnya tak dapat lancar, maka dia terpaksa
menjulurkan lidahnya keluar. "Aihhh, kau perlu diberi sedikit hajaran,
Tampan!" Empat orang pendekar yang tertotok melihat dengan mata
terbelalak penuh kengerian betapa wanita iut kini mendekatkan muka sute
mereka yang termudda, kemudian membuka mulut dan mencium mulut sute
mereka yang terbuka dan lidah yang terjulur keluar itu.Mereka melihat
tubuh sute mereka berkelojot sedikit seperti menahan sakit, mata sute
mereka terbelalak, namun wanita itu terus mencium dan menutup mulut pria
itu dengan mulutnya sendiri yang lebar. Tak dapat terlihat oleh empat
orang pendekar itu betapa wanita itu yang kejam dan keji seperti iblis,
telah menggunakan giginya untuk menggigit sampai terluka lidah sute
mereka yang terjulur keluar, kemudian menghisap darah dari luka di lidah
itu! Mereka berempat hanya melihat betapa wanita itu memejamkan mata,
baru sekarang mereka melihat wanita itu memejamkan mata, kelihatan penuh
nikmat, akan tetapi wajah sute mereka makin pucat dan mata sute mereka
yang terbelalak itu membayangkan kenyerian dan ketakutan yang hebat.
Agaknya wanita itu tidak puas karena darah yang dihisapnya kurang
banyak, maka kini dia melepaskan mulut pemuda itu dan memindahkan ciuman
mulutnya ke leher si Pemuda. Dapat dibayangkan betapa kaget empat orang
pendekar itu melihat bahwa mulut sute mereka penuh warna merah darah!
"Sute...!!!" Mereka berseru akan tetapi tidak dapat menggerakkan kaki
tangan mereka..Sute mereka merontaronta seperti ayam disembelih, matanya
melotot memandang ke arah para suhengnya seperti orang minta tolong,
kemudian tubuhnya berkelojotan ketika wanita itu kelihatan jelas
menghisap-hisap lehernya ternyata bahwa urat besar di lehernya telah
ditembusi gigi yang meruncing dan kini dengan sepuasnya wanita itu
menghisap darah yang membanjir keluar dari urat di leher itu! Mata yang
melotot itu makin hilang sinarnya dan pudar, wajahnya makin pucat dan
akhirnya tubuh yang meregang-regang itu lemas. Orang termuda itu pingsan
karena kehilangan banyak darah, takut dan ngeri. Kiam-mo Cai-li
melepaskan libatan rambutnya dan tubuh itu tergulig roboh, terlentang
dengan muka pucat dan napas terengah-engah. 'Sute...!" Kembali mereka
mengeluh dan dengan penuh kengerian mereka melihat betapa wanita itu
menggunakan lidahnya yang kecil merah dan meruncing itu untuk menjilati
darah yang masih belepotan di bibirnya yang menjadi makin merah.
Wajahnya kemerahan, segar seperti kembang mendapat siraman, berseri-seri
dan ketika dia mendekati empat orang itu, mereka terbelalak penuh
kengerian. Akan tetapi, wanita itu tidak menyerang mereka, agaknya dia
sudah puas menghisap darah orang termuda tadi. Hanya kini kedua
tangannya bergerak -gerak dan sekali renggut saja pakaian empat orang
itu telah koyak-koyak. Kemudian dia bangkit berdiri, dengan gerakan
memikat seperti seorang penari telanjang, dia membuka pakaiannya,
menanggalkan satu demi satu sambil menari-nari! Sampai dia bertelanjang
bulat sama sekali di depam empat orang itu yang membuang muka dengan
perasaan ngeri dan sebal! "Kalian layanilah aku, puaskanlah aku,
senangkan hatiku dan aku akan membebaskan kalian berlima. Lihat,
bukankah tubuhku menarik? Aku hanya ingin mendapatkan cinta kalian, aku
tidak menginginkan nyawa kalian." "Cih, siluman betina! Kauanggap kami
ini orang-orang apa? Kami adalah murid Hoa-san-pai yang tidak takut
mati. Seribu kali lebih baik mampus daripada memenuhi seleramu yang
terkutuk melayani nafsu berahimu yang menjijikan!" kata empat orang itu
saling susul dan saling bantu. Kiam-mo Cai-li tersenyum. "Hi-hik,
begitukah? Kalau begitu, baiklah, kalian melayani aku sampai mampus!"
Dia lalu membungkuk dan menarik lengan seorang di antara mereka,
kemudian menggunakan kuku jari kelingking kiri menggurat beberapa tempat
di punggung dan tengkuk pria ini. Orang itu menggigil, menggigit bibir
menahan sakit, akan tetapi karena dia tidak mampu mengerahkan sinkang,
dia tidak dapat melawan pengaruh hebat yang menggetarkan tubuhnya
melalui luka-luka goresan kuku beracun dari kelingking itu. Mukanya
menjadi merah, juga matanya menjadi merah dan napasnya terengah-engah.
Tiga orang pendekar yang lain memandang penuh kekhawatiran dan
kengerian. Tiba-tiba wanita itu terkekeh, menggunakan tangan membebaskan
totokan sehingga orang itu dapat menggerakkan kaki tangannya dan
terjadilah hal yang membuat tiga orang pendekar yang masih rebah lumpuh
itu terbelalak penuh kengerian. mereka melihat Sute mereka itu seperti
seorang gila menerkam dan mendekap tubuh wanita itu penuh gairah nafsu!
Dengan mata terbelalak mereka melihat betapa wanita itu menyambutnya
dengan kedua lengan terbuka, bergulingan di atas rumput dan tampak
betapa wanita itu me mbiarkan dirinya diciumi, kemudian mengalihkan
mulutnya yang lebar ke leher Sute mereka! Mereka bertiga terpaksa
memjamkan mata agar tidak usah menyaksikan peristiwa yang memalukan dan
terkutuk itu. Mereka mengerti bahwa Sute mereka melakukan hal terkutuk
itu karena terpengaruh oleh racun yang diguratkan oleh kuku jari
kelingking si iblis betina, dan mereka tahu pula bahwa Sute mereka yang
diamuk pengaruh jahanam itu tidak tahu bahwa darahnya dihisap oleh
wanita itu yang seperti telah dilakukan pada orang pertama tadi kini
juga menghisap darahnya sepuas hatinya. Dapat diduga lebih dahulu bahwa
tiga orang yang lain juga mengalami siksaan yang sama tanpa dapat
berdaya apa-apa tanpa dapat melawan. Hal ini dilakukan berturut-turut
oleh Kiam-mo Cai-li dan tiga hari tiga malam kemudian, dia meninggalkan
tempat itu sambil menjilat-jilat bibirnya penuh kepuasan. Setelah dia
melempar kerling ke arah lima tubuh telanjang yang sudah menjadi mayat
semua itu, bergegas dia pergi mendaki Jeng-hoa-san untuk mencari
Sin-tong yang amat diinginkan..Lima orang Kee-san Ngo-hohan itu
mengalami kematian yang amat mengerikan. Tubuh mereka kehabisan darah,
kulit mengeriput. Mereka seperti lima ekor lalat yang terjebak ke sarang
laba-laba dan setelah semua darah mereka disedot habis oleh laba-laba,
mayat mereka yang sudah kering dan habis sarinya itu dilemparkan begitu
saja. Kwa Sin Liong, atau yang lebih terkenal dengan nama panggilan
Sin-tong, pada pagi hari itu seperti biasa setelah mandi cahaya
matahari, lalu menjemur obat-obatan dan tidak lama kemudian
berturut-turut datanglah orang-orang dusun yang membutuhkan bahan obat
untuk bermacam penyakit yang mereka derita. Sin tong mendengarkan dengan
sabar keluhan dan keterangan mereka tentang sakit yang mereka derita,
menyiapkan obat-obat untuk mereka semua dengan hati penuh belas kasihan.
Semua ada sebelas orang dusun, tua muda laki perempuan yang memandang
kepada bocah itu dengan sinar mata penuh kagum dan pemujaan. Baru
bertemu dan memandang wajah Sin-tong itu saja, mereka sudah merasa
banyak berkurang penderitaan sakit mereka. Seolah-olah ada wibawa yang
keluar dari wajah bocah penuh kasih sayang itu yang meringankan rasa
sakit yang mereka derita. Tentu saja hal ini sebenarnya terjadi karena
kepercayaan mereka yang penuh bahwa bocah itu akan dapat menyembuhkan
penyakit mereka, sehingga keyakinan ini sendiri sudah merupakan obat
yang manjur. Dan bocah ajaib itu memang bukanlah seorang dukun yang
menggunakan kemujijatan dan sulap atau sihir untuk mengobati orang,
melainkan berdasarkan ilmu pengobatan yang wajar. Dia memilih buah,
daun, bunga atau akar obat yang memang tepat mengandung khasiat atau
daya penyembuh terhadap penyakit-penyakit tertentu itu. Tiba-tiba
terdengar nyanyian yang makin lama makin jelas terdengar oleh mereka
semua. Juga in Liong, bocah ajaib itu, berhenti sebentar mengumpulkan
dan memilih obat yang akan dibagikan karena mendengar suara nyanyian
yang aneh itu. Akan tetapi begitu kata-kata nyanyian itu dimengertinya,
dia mengerutkan alisnya dan menggeleng-geleng kepala. "Aihh, kalau hidup
hanya untuk mengejar kesenangan, apapun juga tentu tidak akan
dipantangnya untuk dilakukan demi mencapai kesenangan!" kata Sin Liong.
"Huh-ha-ha, benar sekali, Sin-tong. Untuk mencapai kesenangan harus
berani melakukan apapun juga, termasuk membunuh para tamu-tamu yang
tiada harganya ini!" Terdengar jawaban dan tahu-tahu disitu telah
berdiri Pat-jiu Kai-ong! Sebagai lanjutan kata-katanya, tongkatnya
ditekankan kepada tanah di depan kaki lalu lima kali ujung tongkat itu
bergerak menerbangkan tanah dan kerikil ke depan. Tampak sinar hitam
berkelebat menyambar lima kali, disusul jerit-jerit kesakitan dan
robohlah berturut-turut lima orang dusun yang berada di depan Sin Liong,
roboh dan berkelojotan kemudian tewas seketika karena tanah dan kerikil
itu masuk ke dalam kepala mereka! "Hi-hi-hik, kepandaian seperti itu
saja dipamerkan di depan Sin-tong lihat ini!" Tiba-tiba terdengar suara
ketawa merdu dan tau-tahu di situ telah berdiri seorang wanita cantik
yang bukan lain adalah Kiam-mo Cai-li! Dia menudingkan payung hitamnya
yang tertutup itu ke arah para penghuni dusun yang berwajah pucat dan
dengan mata terbelalak memandang lima orang teman mereka yang telah
tewas. "Cuat-cuat-cuat...!" Dari ujung payung itu meluncur sinar-sinar
hitam dan berturut-turut, enam orang dusun yang masih hidup menjerit dan
roboh tak bergerak lagi, leher mereka ditembusi jarumjarum hitam yang
meluncur keluar dari ujung payung itu! Sejenak Sin Liong terbelalak
memandang kepada kedua orang itu yang berdiri di sebelah kanan dan
kirinya. Kemudian dia memandang ke bawah, ke arah tubuh sebelas orang
dusun yang telah menjadi mayat. Mukanya menjadi merah, air matanya
berderai dan dengan suara nyaring dia berkata sambil menudingkan
telunjuknya bergantian kepada Pat-jiu Kai-ong dan Kiam-mo Cai, "Kalian
ini manusia atau iblis? Kalian berdua amat kejam, perbuatan kalian amat
terkutuk. Membunuh orang-orang tak berdosa seolah kalian pandai
menghidupkan orang. Bocah itu memandang kepada sebelas mayat dan
sesenggukan menangis. "Hi-hi-hik, Sin-tong yang baik, apakah kau takut
kubunuh? Jangan khawatir, aku datang bukan untuk membunuhmu," kata
Kiam-mo Cai-li, agak kecewa melihat betapa bocah ajaib itu menangis dan
membayangkannya ketakutan..Sin Liong mengangkat muka memandang wanita
itu, biarpun air matanya masih berderai turun namun pandang matanya sama
sekali tidak membayangkan ketakutan, "Kau mau bunuh aku atau tidak,
terserah. Aku tidak takut!"
Ha-ha-ha! Benar hebat! Sin-tong, kalau kau tidak takut kenapa menangis?"
Pat-jiu Kai-ong menegur. "Apa kau menangisi kematian orang-orang tak
berharga itu?" Kiam-mo Cai-li menyambung. "Mereka sudah mati mengapa
ditangisi? Aku menangis menyaksikan kekejaman yang kalian lakukan, kau
menangis karena melihat kesesatan dan kekejaman kalian." Dua orang tokoh
sesat itu terbelalak heran saling pandang kemudian mereka teringat
kembali akan niat mereka terhadap anak ajaib ini, maka keduanya seperti
dikomando saja lalu tertawa, dan keduanya dengan kecepatan kilat
menyerbu ke depan hendak menubruk Sin-Liong yang berdiri tegak dan
memandang dengan sinar mata sedikitpun tidak membayangkan rasa takut!
"Desss......!" Karena gerakan mereka berbarengan, disertai rasa khawatir
kalau-kalau keduluan oleh orang lain, maka melihat Pat-jiu Kai-ong
sudah lebih dekat dengan Sin-tong, Kiam-mo Cai-li lalu merobah
gerakannya, tidak hendak menangkap Sin-tong karena dia kalah dulu,
melainkan melakukan gerakan mendorong dengan kedua tangannya ke arah
Pat-jiu Kai-ong! Pukulan jarak jauh yang dilakukan oleh wanita iblis ini
dahsyat sekali, membuat Pat-jiu Kai-ong terkejut ketika ada angin panas
menyambar, maka dia cepat menunda niatnya menangkap Sin-tong dan
bergerak menangkis. Keduanya merasakan dahsyatnya tenaga lawan dan
terpental ke belakang! Sejenak mereka saling berpandangan dan Pat-jiu
Kai-ong yang lebih dulu dapat menguasai dirinya lalu tertawa, "Ha-hayha,
lama tidak jumpa, Kiam-mo Cai-li menjadi makin gagah saja!" "Pat-jiu
Kai-ong, selama ada aku disini, jangan harap kau akan dapat merampas
Sin-tong dari tanganku!" Wanita itu berkata dan memandang tajam, siap
menghadapi kakek yang dia tahu merupakan lawan yang tangguh itu. "Aha,
Kiam-mo Cai-li, sekali ini kau mengalahlah kepadaku. Aku membutuhkannya
untuk menyempurnakan ilmuku..." "Hi-hik, Ilmu Hiat-ciang Hoat-sut,
bukan? Kau sudah cukup tangguh, Kai-ong, dan betapa mudahnya bagimu
untuk mencari seratus orang anak lagi untuk kau hisap darah, otak dan
sumsumnya. Jangan Sin-tong!" "Hemmmm, kau mau menang sendiri. Apa
kaukira aku tidak tahu mengapa kau menghendaki Sin-tong? Dia masih
terlalu muda, Cai-li, tentu tidak akan memuaskan hatimu. Apa sukarnya
bagimu mencari orang-orang muda yang kuat dan menyenangkan?" "Cukup!
Kita mempunyai keinginan sama, dan jalan satusatunya adalah untuk
memperebutkannya dengan kepandaian!" "Ha-ha-ha, bagus sekali. Memang aku
ingin mencoba kepandaian Wanita Pandai dari Rawa Bangkai!" Liok Si, Si
Wanita Pandai Berpayung Pedang dari Rawa Bangkai sudah tak dapan menahan
kemarahannya melihat ada orang berani merintanginya, maka sambil
berteriak keras dia sudah menerjang maju dengan senjatanya yang
istimewa, yaitu payung hitam yang tangkainya sebatang pedang runcing
itu. "Trakkk!" Pat-jiu Kai-ong sudah menggerakkan tongkatnya menangkis.
Gempuran dua tenaga raksasa membuat keduanya terpental lagi ke belakang
dan Pat-jiu Kai-ong cepat meloncat ke depan, tongkatnya berubah menjadi
segulungan sinar hitam yang menyambar ganas. "Trakk! Trakkk!!" Dua kali
senjata payung dan tongkat bertemu di udara dan keduanya terhuyung ke
belakang. Diam-diam mereka berdua terkejut sekali dan maklum bahwa dalam
hal tenaga sakti, kekuatan mereka berimbang. Sebelum mereka melanjutkan
pertandingan mereka, tibatiba mereka melangkah mundur dan
memandang.tajam karena berturut-turut ditempat itu telah muncul lima
orang kakek yang melihat cara munculnya dapat diduga tentu memiliki
kepandaian tinggi. Mereka muncul seperti setansetan, tidak dapat
didengar atau dilihat lebih dahulu, tahutahu sudah berdiri di situ
sambil memandang ke arah Pat-jiu Kai-ong dan Kiam-mo Cai-li dengan
bermacam sikap. Ketika dua orang datuk kaum sesat atau golongan hitam
ini melihat dengan penuh perhatian mereka terkejut sekali. Biarpun
diantara lima orang itu ada yang belum pernah mereka jumpai, namun
melihat ciri-ciri mereka, kedua orang datuk golongan hitam ini dapat
mengenal mereka yang kesemuanya adalah orang-orang aneh di dunia
kang-ouw yang masingmasing telah memiliki nama besar sebagai orang-orang
sakti. Sementara itu, ketika melihat dua orang kakek dan nenek tadi
bertanding memperebutkan dirinya, Sin Liong menjadi makin berduka. Tak
disangkanya bahwa di tempat yang penuh damai ini di mana dia selama
hampir tiga tahun tinggal penuh ketentraman dan kedamaian, yang membuat
dia hampir melupakan kekejaman-kekejaman manusia ketika terjadi
pembunuhan ayah-bundanya, kini dia menyaksikan kekejaman yang lebih
hebat lagi di mana sebelas orang dusun yang sama sekali tidak berdosa
dibunuh begitu saja oleh dua orang itu. Maka dia lalu duduk di atas
batu, bersila dan tak bergerak seperti arca, hatinya dilanda duka, dan
dia memandang dengan sikap tidak mengacuhkan. Bahkan ketika muncul lima
orang aneh itu, dia pun tidak membuat reaksi apa-apa kecuali memandang
dengan penuh perhatian namun dengan sikap sama sekali tidak mengacuhkan.
Orang pertama adalah seorang kakek berusia enam puluh tahun, bertubuh
tinggi besar dengan muka merah seperti tokoh Kwan Kong dalam cerita
Sam-kok, kelihatan gagah sekali, di punggungnya tampak dua batang pedang
menyilang, matanya lebar alisnya tebal dan suaranya nyaring ketika dia
tertawa, "Ha-ha-ha, kiranya bukan hanya orang gagah saja yang tertarik
kepada Sin-tong, juga iblis-iblis berdatangan sungguhpun tentu mempunyai
niat lain!" Dengan ucapan yang jelas ditujukan kepada Kiam-mo Cai-li
dan Pat-jiu Kai-ong ini, dia memandang dua orang itu dengan
terang-terangan. Orang ini bukanlah orang sembarangan, namanya sendiri
adalah Siang-koan Houw, akan tetapi dia lebih terkenal dengan sebutan
Tee-tok (Racun Bumi) karena selain merupakan seorang ahli racun yang
sukar dicari tandingannya, juga dia amat ganas menghadapi lawan tidak
mengenal ampun dan selain itu, juga dia amat jujur dan blak-blakan,
bicara dan bertindak tanpa pura-pura lagi. Ilmu silatnya tinggi sekali,
dan yang paling terkenal sehingga menggegerkan dunia persilatan adalah
ilmu pukulannya yang disebut Pek-lui-kun (Ilmu Silat Tangan Kilat) dan
Ilmu Pedangnya Ban-tok Siang-kiam (Sepasang Pedang Selaksa Racun)! Tidak
ada orang yang tahu dimana tempat tinggalnya karena memang dia seorang
perantau yang muncul dimana saja secara tak terduga-duga seperti
kemunculannya sekarang ini di Hutan Seribu Bunga. "Huhh, bekas Suteku
yang tetap goblok!" kata orang kedua. "Masa masih tidak mengerti apa
yang dikehendaki dua iblis ini. Jembel busuk itu tentu ingin menghisap
darah dan otak Sintong untuk menyempurnakan Ilmu Iblisnya Hiat-Ciang
Hoatsut. Sedangkan iblis betina genit ini apa lagi yang dicari kecuali
sari kejantanan Sin-tong? Hayo kalian menyangkal, hendak kulihat apakah
kalian begitu tak tahu malu untuk menyangkal!" Orang yang kata-katanya
amat menusuk ini adalah seorang kakek yang beberapa tahun lebih tua
daripada Tee-tok, bahkan menyebut Tee-tok sebagai bekas sutenya karena
memang demikian. Dia bertubuh tinggi kurus dan mukanya seperti tengkorak
mengerikan, di ketiaknya terselip sebatang tongkat panjang dan
gerak-geriknya ketika bicara seperti seekor monyet tidak mau diam,
bahkan kadangkadang menggaruk-garuk kepala atau pantatnya, matanya liar
memandang ke kanan-kiri. Inilah dia tokoh hebat yang berjuluk Thian-tok
(Racun Langit), bekas suheng Tee-tok yang memiliki kepandaian khas.
Selain lihai dalam hal racun sesuai dengan nama dan julukannya, juga dia
adalah seorang pemuja Kauw Cee Thian atau Cee Thian Thaiseng, Si Raja
Monyet itu, yaitu sebatang tongkat yang dia beri nama Kimkauw-pang
seperti tongkat Si Raja Monyet. Juga dia telah menciptakan ilmu silat
tangan kosong yang meniru gerak-gerik seekor monyet yang diberinya nama
Sin-kauw-kun(Ilmu Silat Monyet Sakti). Seperti juga Tee-tok, dia tidak
mempunyai tempat tinggal yang tetap, dan tidak ada yang tahu lagi nama
aslinya, yaitu Bhong Sek Bin. "Hemmm, setelah ada aku disini jangan
harap segala macam iblis dapat berbuat sesuka hati sendiri!" kata orang
ke tiga, suaranya kasar dan keras, pandang matanya seperti ujung pedang
menusuk. Orang ini bernama Ciang Ham julukannya Thian-he Te-it, Sedunia
Nomor satu! Usianya kurang lebih 50 tahun, dan dia adalah ketua dari
Perkumpulan Kang-jiu-pang (Perkumpulan Lengan Baja) yang didirikannya di
Secuan..Di tangan kirinya tampak sebatang senjata tombak gagang
panjang, dan selain terkenal sebagai seorang ahli bermain tombak, dia
pun terkenal sebagai seorang ahli bermain tombak, dia pun terkenal
memiliki lengan sekuat baja! Pakaiannya ringkas seperti biasa dipakai
oleh seorang ahli silat dan setiap gerak-geriknya menunjukkan bahwa dia
telah mempunyai kepandaian silat yang sudah mendarah daging di tubuhnya.
Orang ke empat adalah seorang berpakaian sastrawan, sikapnya halus,
usianya 50 tahun tapi masih tampak tampan, tubuhnya sedang dan dia sudah
menjura ke arah kedua orang datuk golongan hitam itu. Di pinggangnya
terselip sebatang mauwpit alat tulis pena panjang. "Kami berlima dengan
tujuan yang sama datang ke tempat ini, tidak sangka bertemu dengan dua
orang tokoh terkenal seperti Ji-wi (Anda berdua), Pat-jiu Kai-ong dan
Kiammo Cai-li, terutama sekali kepada Cai-li, terimalah hormatku."
Pat-jiu Kai-ong sudah segera dapat mengenal siapa orang ini, akan tetapi
Kiam-mo Cai-li tidak mengenalnya. Hati wanita ini yang tadinya panas
mendengar kata-kata menentang dari tiga orang pertama, merasa seperti
dielus-elus oleh sikap dan kata-kata orang berpakaian sastrawan yang
tampan ini. Maka, dia pun membalas penghormatannya dan dengan lirikan
mata memikat dan senyum simpul manis sekali dia bertanya, "Harap
maafkan, kana tetapi siapakah saudara yang manis budi dan yang tentu
memiliki ilmu kepandaian bun dan bu(Sastra dan silat) yang tinggi ini?"
Laki-laki itu tersenyum dan menjawab halus, "Saya yang rendah dinamakan
orang Gin-siauw Siucai (Pelajar Bersuling Perak), seorang yang suka
bersunyi di Beng-san." Kiam-mo Cai-li kembali menjura, tersenyum dan
berkata, "Aihhh, sudah lama sekali saya telah mendengar nama besar
Cin-siauw Siucai, sebagai seorang ahli silat tinggi, terutama sekali
sebagai seorang peniup suling yang mahir dan sudah lama pula mendengar
akan keindahan tamasya alam di Beng-san. Mudah-mudahan saja saya akan
berumur panjang untuk mengunjungi Beng-san yang indah, menjadi tamu
Gin-siauw Siucai yang ramah dan sopan, tidak seperti kebanyakan pria
yang kasar tak tahu sopan santun!" Ucapan terkhir ini jelas ditujukannya
kepada tiga orang tokoh pertama yang kasarkasar tadi. Orang ke lima
dari rombongan itu adalah seorang tosu berusia enam puluh tahun lebih,
tubuhnya tinggi kurus dan mukanya pucat, tangan kiri memegang sebuah
hudtim (Kebutan Pendeta) dan tangan kanan memegang sebuah kipas yang
tiada hentinya digoyang-goyang menipasi lehernya seolah-olah dia
kepanasan, padahal hawa di Hutan Seribu Bunga itu sejuk! Kini dia
membuka mulut dan terdengarlah suaranya yang merdu menyanyikan sajak
dalam kitab To-tekkheng, kitab utama dari kaumtosu (Pemeluk Agama To)!
Amat sempurna,
namun tampaktak sempurna,
tampak tidak lengkap,
sungguhpun kegunaannya tiada kurang Terisi penuh,
namun tampaknya meluap tumpah,
tampaknya kosong,
sungguhpun tak pernah kehabisan Yang paling lurus, kelihatan bengkok, yang paling cerdas, kelihatan bodoh,
yang paling fasih, kelihatan gagu.
Api panas dapat mengatasi dingin, air sejuk dapat mengatasi panas,.Sang Budiman, murni dan tenang dapat memberkati dunia!"
"Huah-ha-ha-ha! Anda tentulah lam-hai Seng-jin (Manusia Sakti Laut
Selatan), bukan? Sajak-sajak To-tek-kheng agaknya telah menjadi semacam
cap Anda, ha-ha-ha!" kata Pat-jiu Kai-ong sambil tertawa mengejek. Tosu
itu berkata , "Siancai! Pat-jiu Kai-ong bermata tajam, dapat mengenal
seorang tosu miskin dan bodoh." "Ah, jangan merendah, Totiang," kata
Kiam-mo Cai-li, "Siapa orangnya yang tidak tahu bahwa biarpun Anda
seorang yang berpakaian tosu dan kelihatan miskin, namun memiliki sebuah
istana dan menjadi majikan dari Pulau Kura-kura. Ini namanya
menggunakan pakaian butut untuk menutupi pakaian indah di sebelah
dalamnya." "Siancai! Pujian kosong...!" Tosu itu berkata dan mukanya
menjadi merah. Tee-tok Siangkoan Houw mngeluarkan suara menggereng tidak
sabar. "Apa apaan semua kepura-puraan yang menjemukan ini? Pat-jiu
Kai-ong dan Kiam-mo Cai-li, ketika kami berlima datang tadi, kami
melihat kalian sedang memperebutkan Sin-tong dan tentu sebelas orang
dusun ini kalian berdua yang membunuhnya!" "Tee-tok, urusan itu adalah
urusan kami sendiri. Perlu apa kau mencampuri?" Patjiu Kai-ong menjawab
dengan senyum dan suara halus seperti kebiasaannya namun jelas bahwa dia
merasa tak senang. "Bukan urusanku, memang! Akan tetapi ketahuilah,
kami berlima mempunyai maksud yang sama, yaitu masing-masing menghendaki
agar Sin-tong menjadi muridnya. Biarpun kami saling bertentangan dan
berebutan, namun kami memperebutkan Sin-tong untuk menjadi murid kami
atau seorang di antara kami. Sedangkan kalian berdua, mempunyai niat
buruk!" kata pula Tee-tok yang terkenal sebagai orang yang tidak pernah
menyimpan perasaan dan mengeluarkannya semua tanpa tedeng aling-aling
lagi melalui suaranya yang nyaring. "Tee-tok, jangan sombong kau!
Mengenai kepentingan masing-masing memperebutkan Sin-tong, adalah urusan
pribadi yang tak perlu diketahui orang lain. Yang jelas, kita bertujuh
masing-masing hendak memiliki Sin-tong, Untuk kepentingan pribadi
masing-masing tentu saja sekarang bagaimana baiknya? Apakah kalian ini
lima orang yang mengaku sebagai tokoh-tokoh sakti dan gagah dari dunia
kang-ouw hendak mengandalkan banyak orang mengeroyok kami berdua. Aku,
Kiam-mo Cai-li sama sekali tidak takut biarpun aku seorang kalian
keroyok berlima, akan tetapi betapa curang dan hinanya perbuatan itu.
Terutama sekali Gin-siauw Siucai, tentu tidak begitu rendah untuk
melakukan pengeroyokan!" kata Kiam-mo Cai-li yang cerdik. "Perempuan
sombong kau, Kiam-mo Cai-li!" Tee-tok membentak marah dan melangkah
maju. "Siapa sudi mengeroyokmu? Aku sendiri pun cukup untuk mengenyahkan
seorang iblis betina seperti engkau dari muka bumi!" "Tee-tok, buktikan
omonganmu!" Kiam-mo Cai-li membentak dan dia pun melangkah maju.
"Eh-eh, nanti dulu!
No comments:
Post a Comment