Saturday, February 13, 2016

Bukek Siansu 06

Han Ti Ong tersenyum, "Persis sekali dengan seranganmu tadi, akan tetapi jauh lebih lihai karena sekali serang berhasil, bukan? Nah, kalau engkau memiliki kesempurnaan dalam jurus ini tadi, bukankah mudah kau mengalahkan musuhmu?"Kwat Lin tertegun, akan tetapi dia masih belum puas. "Saya ingin mencoba lagi!""Boleh, boleh. kauseranglah aku sepuluh jurus yang paling lihai dan aku tanggung bahwa engkau akan kukalahkan dengan jurusmu yang sama."Dengan pengerahan tenaga dan memilih jurus-jurus terampuh, Kwat Lin menyerang lagi, akan tetapi setiap kali menyerang satu jurus, dia menjerit lirih karena benar saja, dia selalu dikalahkan oleh jurusnya sendiri. Jurus itu digerakan oleh Han Ti Ong sedemikian aneh dan sempurnanya, demikian cepat dan mengandung tenaga mujijat sehingga biarpun dia mengenal jurusnya sendiri, dia tidak sempat lagi mengelak atau menangkis! Setelah sepuluh kali dia terkena sentuhan ujung batu atau usapan tangan kiri lawan yang lihai ini dia menjadi yakin, lalu menjatuhkan diri berlutut."Saya menerima penawaran Paduka!"Han Ti Ong memegang kedua pundaknya dan mengangkatnya bangun berdiri. Mereka berdiri berhadapan, saling pandang dan wajah raja itu berseri melihat betapa wajah Kwat Lin menjadi merah sekali dan ada kedukaan hebat tersembunyi dibalik kemerahan wajah karena malu itu. dengan mesra Han Ti Ongmengusap pipi halus kemerahan itu dan berkata lirih, "Aku tahu, Kwat Lin. Peristiwa terkutuk menimpa dirimu membuat kau jijik terhadap pria dan muak terhadap hubungan antara pria dan wanita. Akan tetapi, aku bukanlah pria yang mengutamakan hubungan badani saja, Kwat Lin. Aku akan menghapus kejijikan dan kemuakan itu. Percayalah, aku cinta dan iba kepadamu. Keputusan yang kauambil ini tepat sekali dan tidak akan mendatangkan sesal di kemudian hari. Mari, mari kita mengumumkan pernikahan kita. Semoga engkau berbahagia." Han Ti Ong mencium dan mengecup mesra dan halus pinggir mata Kwat Lin, kemudian menggandeng tangannya dan mengajaknya berjalan memasuki istana dari pintu belakang yang menembus ke "Taman" itu.Tentu saja tidak ada kehebohan terjadi ketika Han Ti Ong mengumumkan keputusanya mengambil The Kwat Lin, sebagai istri ke dua, sunguhpun hal ini mendatangkan bermacam-macam tanggapan dalam hati para penghuni Pulau Es. Pesta diadakan, pesta yang sederhana saja tetapi cukup meriah. Sebagian besar penghuni Pulau Es bersuka cita dan mengharapkan bahwa dari pernikahanini, raja akan dikurniai seorang putera. Juga terjadi bermacam tanggapan di kalangan keluarga raja. Ada kekecewaan akan tetapi ada pula harapan. Kecewa karena sekali lagi Raja Han Ti Ong mengambil "orang luar" sebagai selir, akan tetapi timbul harapan karena mungkin melalui istri ke dua ini mereka dapat"memukul" Liu Bwee yang mereka benci.Ternyata kemudian oleh Kwat Lin bahwa semua ucapan yang dikeluarkan oleh Raja Pulau Es itu ketika meminangnya bukan hanya bujukan kosong belaka. Raja itu benar-benar jatuh cinta kepadanya dan hal ini terasa olehnya setelah dia menyerahkan dirinya menjadi selir Raja Han Ti Ong. Dengan sepenuh jiwa raganya, Han Ti Ong mencurahkan kasih sayang kepadanya sedemikian besarnya sehingga lambat laun dia pun jatuh cinta kepada suaminya ini. Dan dia yang tadinya hendak belajar ilmu silat sebagai dorongan terutama dengan mengorbankan dan menyerahkan diri sebagai selir, setelah menerima pencurahan cinta kasih yang amat mesra dan mendalam, mulailah berbalik pikir. Apalagi setelah sembilan bulan kemudian semenjak dia menjadi selir, dia melahirkan seorang anak laki-laki.Kwat Lin merasa betapa hidupnya berubah sama sekali, kalau dulu dia hanya seorang pendekar wanita yang seringkali menghadapi banyak kesengsaraan hidup, kini menjadi seorang yang mulia dan terhormat, bahkan dia mendapat kenyataan bahwa suaminya benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya! Timbullah keinginan hatinya untuk mengangkat diri menjadi permaisuri, dan dia merasa berhak karena bukankah dia yang mempunyai keturunan laki-laki, dan selain menjadi permaisuri, juga menjadi pewaris semua ilmu kesaktian dari Pulau Es. Kalau sudah demikian, baru dia akan mencari dan membunuh Pat-jiu Kai-ong. Kebenciannya terhadap kakek iblis jembel itu kini menjadi tipis sekali. Memang kalau dipikir betapa selama tiga hari tiga malam kakek itu mempermainkanya, merengut kehormatan dengan memperkosa secara amat menghina akan tetapi ada segi lain yang membuat dia diam-diam berterima kasih kepada kakek itu. Kalau tidak ada peristiwa hebat itu, agaknya selama hidupnya dia tidak akan dapat bertemu dengan Han Ti Ong, apalagi menjadi istrinya dan sekaligus pewaris ilmu-ilmunya!Sin Liong belajar ilmu silat dengan tekun bersama sumoinya, Swat Hong yang lincah jenaka. Dan mulai tampaklah bakatnya yang luar biasa. Tidak mengherankan kalau para tokoh kang-ouw ingin memiliki bocah ini dan menjadikan Sin Liong sebagai bahan perebutan, karena dia pantas disebut Sin-tong. Han Ti Ong sendiri yang merupakan manusia luar biasa dan memiliki kecerdasan yang disebut Kwee-bak-put-bong (sekali melihat tidak bisa lupa lagi),diam-daim menjadi kagum sekali karena dia harus akui bahwa dalam hal kecerdasan dan kekuatan pikiran, dia masih kalah oleh muridnya ini! Yang amat mengagumkan hatinya adalah betapa di balik semua bakat yang luar biasa ini terpendam watak yang amat luar biasa, watak yang penuh kehalusan, kelembutan dan kasih sayang dan iba terhadap orang lain yang amat mendalam, di samping watak yang wajar seadanya. Benar-benar seorang bocah yang ajaib!Diam-diam Sin Liong mengerti bahwa diangkatnya Kwat Lin menjadi istri Han Ti Ong, biarpun hal ini merupakan hal yang lumrah bagi seorang raja, namun akan mendatangkan banyak ketidak baikan, terutama di pihak ibu sumoinya. Apalagi ketika dia melihat sikap dan perubahan pada diri bekas pendekar wanita Bu-tong-pai itu Akan tetapi karena dia hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan yang sama sekali tidak berhak mencampuri "Urusan dalam" suhunya, maka tentu saja dia hanya berdiam diri, hanya mengikuti perkembangan keadaan dengan hati tidak enak.Yang dikhawatirkan oleh anak yang belum tahu apa-apa memang sungguh terjadi. Semenjak mengambil Kwat Lin sebagai isteri kedua, Liu Bwee menderita tekanan batin yang amat hebat. Mula-mula tidak terasa olehnya ketika suaminya makin jarang bermalam didalam kamarnya karena hal ini dianggapnya lumrah setelah suaminya memiliki isteri lain yang baru. Akan tetapi perasaan kewanitaannya yang halus segera dapat menangkap kehambaran cinta kasih yang dicurahkan suaminya kepadanya. Dan terutama sekali setelah The Kwat Linmengandung, suaminya tidak pernah datang lagi menginap dikamarnya, dan kalau sekali-sekali datang, tidak ada cumbu rayu dan kemesraan sama sekali, hanya untuk menanyakan kesehatan dan agaknya suaminya datang hanya demi kesopanan belaka!Hati seorang wanita amatlah halusnya, mudah tersinggung, mudah gembira, mudah marah, mudah berduka, mudah jatuh cinta dan mudah pula membenci! setelah Kwat Lin melahirkan seorang anak laki-laki, mulailah hati Liu Bwee digerogoti iri dan hal ini mendatangkan kebencian hebat. Dia mulai merasa tersiksa batinya, merasa kesepian, rasa rindu yang makin menghimpit terhadap belaian kasih sayang suaminya membuat Liu Bwee makin tersiksa, menambah kebenciannya terhadap Kwan Lin yang makin dipuja suaminya itu. Liu Bwee bukan seorang wanita yang gila akan kedudukan. Dia tidak mengejar kedudukan dan dia sama sekali tidak khawatir akan menurunya derajatnya apabila madunyaitu diangkat menjadi permaisuri karena mempunyai seorang putera. Akan tetapi Liu Bwee adalah seorang wanita yang haus akan kasih sayang, maka dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan batinnya setelah cintanya disia-siakan oleh suaminya yang telah jatuh di bawah telapak kaki Kwat Lin.Melihat penderitaan batin yang dialami oleh Liu Bwee ini, diam-diam bersoraklah para keluarga raja. Bagi mereka, biarpun putera raja bukan keturunan dari seorang ibu yang masih berdarah "agung" seperti mereka, namun masih lebih baik dari pada kalau dilahirkan oleh seorang ibu seperti Liu Bwee, hanya anak seorang nelayan Pulau Es rendah! Pula kebencian mereka yang terdorong oleh iri hati terhadap Liu Bwee membuat mereka condong kepada Kwan Lin sehingga kelahiran Han Bu Ong, nama putera itu, disambut dengan penuh kegembiraan oleh keluarga raja dan juga oleh semua penghuni Pulau Es sebagai penyambutanterhadap lahirnya seorang putera raja yang akan menjadi pangeran mahkota!Tujuh tahun telah lewat semenjak Sin Liong berada di Pulau Es. Dipandang begitusaja, agaknya keadaan Pulau Es dan kerajaan kecilnya selama tujuh tahun itu tidak terjadi perubahan sesuatu, para penghuninya masih hidup dengan tenang dan tentram penuh kedamaian seperti puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Raja Han Ti Ong tidak kalah bijaksana dalam mengendalikan pemerintahan kecilnya sehingga para penghuni Pulau Es hidup bahagia, sedangkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hanya sedikit sekali. Namun sesungguhnya terjadi perubahan yang amat besar dan banyak!The Kwat Lin yang kini menjadi permaisuri, diangkat secara resmi oleh Han Ti Ong sehingga kedudukan Liu Bwee tergeser menjadi istri selir, bukan hanya menjadi wanita pertama yang paling tinggi tingkat kedudukanya, namun juga telah menjadi seorang wanita yang memiliki kesaktian hebat, hanya kalah oleh suaminya dan beberapa tokoh lain di Pulau Es. Namun, hasratnya untuk membalas dendam terhadap Pat-jiu Kai-ong agaknya telah lenyap sama sekali! Dia kelihatan hidup bahagia tenggelam dalam belaian penuh kasih sayang dari suaminya dan melihat puteranya yang kini telah berusia enam tahun dan menjadiseorang anak laki-laki yang tampan dan sehat biarpun tubuhnya agak kecil, sebagai pangeran, tentu saja Bu Ong digembleng oleh ayahnya sendiri sejak kanak-kanak.Sin Liong telah memperoleh kemajuan yang mentakjubkan dan mengagumkan Han Ti Ong sendiri. Semua ilmu yang diajarkan oleh raja itu, sekali dilatih dapat dilakukan dengan hampir sempurna! Tentu saja dalam waktu beberapa tahun diatelah jauh melampaui tingkat kepandaian sumoinya, dan setelah dia berusia empat belas tahun, Sin Liong telah jauh meninggalkan tingkat sumoinya. Bukan hanya dalam hal ilmu silat, akan tetapi juga dalam ilmu sinkang dia maju pesat karena tanpa diperintah oleh suhunya, dengan tekun Sin Liong berlatih seorang diri di bawah hujan salju yang amat dingin sehingga dia dapat menampung inti sari tenaga im-kang yang amat hebat. Selain tekun mempelajari ilmu silat yang diturunkan oleh suhunya tanpa ada yang disembunyikan itu, Sin Liong juga rajin sekali membaca kitab-kitab yang banyak terdapat didalam kamar perpustakaan istana. Dia dikenal oleh semua ahli sastra di Pulau Es dan mereka ini amat kagum dan suka kepada Sin Liong melihat ketekunan bocah ajaib ini. Tidak ada bosannya Sin Liong membaca kitab-kitab kuno dan setiap bertemu hurup baru yang tidak dikenalnya, dia mencatatnya untuk kemudian ditanyakan kepada para ahli itu. Dengan cara demikian, biarpun tidak dibimbing langsung, namun Sin Liong telah dapat memperkaya perbendaharaan kata-kata sehingga dia mampu membaca kitab-kitab yang paling kuno di dalam perpustakaan itu.Kitab kuno tidaklah seperti kitab biasa, karena selain huruf-hurufnya kuno, juga huruf-huruf itu mengandung arti yang amat mendalam. Karena inilah, maka kitab-kitab yang amat kuno di pulau itu jarang atau hampir tidak pernah dibaca orang. Han Ti Ong sendiri segan membaca kitab-kitab itu, karena selain sukar, juga isinya hanyalah sajak-sajak kuno yang dianggapnya tidak ada gunanya dan melelahkan otaknya. Namun semua kitab itu "dilalap" semua oleh Sin Liong! Bukan ini saja, namun anak ajaib ini dapat menemukan sesuatu yang tersembunyi didalam sajak-sajak itu!Dia menemukan rangkaian ilmu silat sakti yang masih merupakan "rangka" terselubung di dalam huruf-huruf kuno yang sukar dimengerti itu, bahkan menemukan pula ilmu yang masih dirahasiakan oleh Han Ti Ong, ilmu yang selama ratusan tahun mengangkat nama Pulau Es, yaitu ilmu inti sari dasar gerakan semua ilmu silat. Dengan ilmu ini yang sudah dikuasainya, maka Han Ti Ong dapat mengalahkan tujuh orang tokoh sakti dengan jurus-jurus, jurus ilmu silat mereka sendiri ketika Han Ti Ong menolong Sin Long di Jeng-hoa-sian. Kini, secara tidak disengaja, bahkan di luar kesadaran Sin Liong sendiri, bocah ajaib ini telah menemukan ilmu itu "terselip" dan terselubung di antara sajak-sajak kuno yang kelihatanya tidak ada gunanya itu. Selain memperoleh kemajuan hebatdalam ilmu silat, juga selama berada di Pulau Es, Sin Liong memperoleh kesempatan memperdalam ilmunya mengenal daun dan tumbuhan obat dengan jalan menyelidikinya di pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Es.Dia memang mendapat tugas untuk mencari bahan-bahan obat di pulau-pulau itu untuk kepentingan para penghuni Pulau Es, Dan dalam kesempatan melaksanakan tugasnya ini, Sin Liong tidak menyia-nyiakan waktu untuk menyelidiki lebih banyak lagi tetumbuhan dan khasiatnya untuk kesehatan tubuh manusia. Dengan adanya Sin Liong di Pulau Es, banyaklah sudah penghuni yang terhindar dari bahaya penyakit, dan untuk ini, Han Ti Ong merasa berterima kasih sekali sehingga dia tidak segan-segan menurunkan ilmu pengobatan tusuk jarumkepada muridnya itu. Selain Sin Liong, tentu saja Swat Hong sebagai puteri raja, juga memperoleh kemajuan pesat dan dalam usia tiga belas tahun itu dia telah memiliki ilmu kepandaian yang sukar dicari tandinganya.Dengan demikian, hampir semua orang di Pulau Es memperoleh kemajuan masing-masing. Raja Han Ti Ong memperoleh kebahagiaan cinta kasih dalam diri Kwat Lin yang telah menjadi permaisurinya. The Kwat Lin sendiri yang tadinya mengalami malapetaka yang dianggapnya lebih hebat daripada kematiansendiri, telah memperoleh banyak keuntungan, memperoleh cinta kasih yang mesra, kedudukan tinggi sekali, dan ilmu kepandaian yang amat hebat pula. Hanya seorang saja yang sama sekali tidak memperoleh kemajuan lahir maupun batin yaitu Liu Bwee! Dia menderita makin hebat, terutama batinnya karena semenjak beberapa tahun ini, suaminya sama sekali tidak pernah lagi mendekatinya! Lenyaplah wataknya yang periang dan kini Liu Bwee lebih banyak mengurung dirinya di dalam kamar, menyulam atau membaca kitab. Dia seolah-olah menjadi seorang pertapa dan biarpun wajahnya tidak membayangkan sesuatu, masih tetap cantik manis dan pakaiannya selalu bersih, namun sesungguhnya hatinya terluka dan selalu meneteskan darah, batinnya terhimpit dan terbakar oleh rindu yang tak kunjung henti, kehausan akan belaian kasih sayang seorang pria yang tak pernah terpuaskan.Keadaan di dalam istana dengan adanya penderitaan Liu Bwee, dengan adanya para anggauta keluarga istana yang masih menaruh benci kepadanya dan tidak melihat kesempatan untuk menjatuhkan wanita ini karena Liu Bwee selalu bersikap diam dan tidak memperlihatkan sesuatu, merupakan api dalam sekam yang setiap saat tentu akan berkobar atau meledak. Hal ini tidak saja dirasakan oleh semua angauta keluarga raja, bahkan dirasakan pula oleh Sin Liong dan Swat Hong.Sering kali Sin Liong kehilangan kejenakaan Swan Hong yang merupakan ciri khas dara ini. Kalau dia melihat dara itu termenung seorang diri, dia menarik nafas panjang dan sekali waktu dia menegur, "Eh, Sumoi. Kenapa kau termenung dan wajahmu suram? lihat, hari tidak sesuram wajahmu, sinar matahari mencairkan salju dengan cahaya yang keemasan!"Swat Hong memandang pemuda itu dan menarik nafas panjang. "Betapa aku tidak akan muram menyaksikan keadaan yang begini dingin di dalam istana, Su-heng? Ayah memang masih biasa dan baik kepadaku, juga ibu baik kepadaku.Akan tetapi antara Ayah dan Ibu seolah-olah terdapat jurang pemisah yang amat dalam. Tidak pernah lagi aku menyaksikan keduanya beramah tamah dan bersendau gurau seperti dahulu lagi. Apakah karena Ibu Permaisuri...?""Ssst, Sumoi. Kita tidak mempunyai hak untuk bicara mengenai orang-orang tua itu. Hal itu adalah urusan mereka sendiri.""Aku mengerti, Suheng. Akan tetapi aku melihat kedukaan hebat bersembunyi di balik senyum Ibu kepadaku. Aku tahu betapa dia rindu kepada Ayah, rindu yang membuatnya seperti gila....""Hushh....""Aku tidak membohong, Suheng. Seringkali aku mendengar Ibuku mengigau memanggil nama Ayah dan menangis dalam tidur. Ibu selalu gelisah kalau tidur dan biarpun dia hendak menyembunyikannya dariku, namun aku tahu betapa Ibu menderita sengsara batin yang hebat, menderita rindu yang menghancurkan batinnya...." Dara itu kelihatan berduka sekali, kemudian berkata lagi, "Suheng, apa sih perlunya orang saling mencinta kalau akibatnya hanya mendatangkan rindu dan kecewa?""Itu bukan cinta, Sumoi, Ahh, kau takan mengerti dan semua orang takan mengerti karena sudah lajim menganggap hawa nafsu sama dengan cinta. Hawa nafsu menuntut pemuasan, menuntut kesenangan dan ingin memilikinya untuk diri sendiri. Dan semua inilah yang menimbulkan kecewa dan duka, Sumoi."Sumoinya terbelalak. "Aihh, kau bicara seperti kakek-kakek saja! Dari mana memperoleh filsafat macam itu, Suheng?" Karena tertarik, dara yang muda ini sudah melupakan kedukaanya dan menjadi riang gembira lagi, matanya memandang suhengnya dengan berseri penuh godaan."Dari... hemm, kukira dari kesadaran, Sumoi. Bukan filsafat. Aku sudah kenyang membaca filsafat, dan apa artinya filsafat kalau hanya untuk dihafal? Tidak ada bedanya dengan benda mati yang hanya diulang-ulang, dipakai perhiasan, dijadikan alat untuk terbang melayang diawang-awang yang kosong. Terlalu banyak kitab kubaca sudah, dan mungkin juga karena memperhatikan keadaan mendatangkan kesadaran." Dia menarik napas panjang."Suheng, kau tadi mencela aku yang kau katakan murung. Akan tetapi aku juga seringkali melihat engkau seperti orang berduka. Apakah kau tidak senang tinggal di Pulau Es?""Aku suka sekali tinggal di sini, Sumoi. Kurasa jarang terdapat tempat seindah ini,masyarakat setenteram ini. Akan tetapi, kalau aku melihat hukuman-hukuman yang dibuang ke Pulau Neraka...""Aih, hal itu bukan urusan kita, Suheng. Bukankah kau tadi juga mengatakan bahwa urusan antara Ayah dan Ibu bukan urusanku? Maka urusan hukuman itu pun sama sekali bukan urusan kita.""Kau keliru, Sumoi. Urusan Ayah Bundamu memang merupakan urusan pribadi mereka. Akan tetapi urusan orang-orang terhukum adalah urusan umum, urusan kita juga. Aku merasa tidak senang sekali dengan adanya peraturan itu. Aku akanberusaha untuk mengingatkan Suhu....""Tapi Ayah seorang Raja, Suheng!""Raja pun manusia juga.""Tapi Raja hanyalah menjalankan hukum yang berlaku, Suheng.""Hukum pun buatan manusia. Benda Mati!"Tiba-tiba terdengar suara tambur dipukul. Sejenak dua orang muda-mudi itu memperhatikan dan wajah Sin Liong menjadi muram. "Nah, ada lagi sidang pengadilan yang akan menjatuhkan hukuman. Entah siapa lagi sekarang yang melakukan pelanggaran. Mari kita lihat, Suheng!"Sin Liong digandeng tangannya oleh Swat Hong yang menariknya ke arah bangunan di samping istana, bangunan yang dijadikan ruang sidang pengadilan di mana dijatuhkan hukuman terhadap mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran. Ketika mereka tiba di situ, banyak sudah penghuni Pulau Es yang menonton diluar ruangan, dan tentu saja dua orang muda-mudi itu mudah untuk memasuki ruang sidang dan duduk di atas kursi yang berderet di pinggiran.Ruangan itu luas sekali, lantainya halus dan bersih. Isi ruang hanyalah sebuah meja panjang dan di belakang meja panjang ini terdapat lima buah kursi dan di kanan kiri, di pinggir juga terdapat kursi-kursi, sedangkan di depan meja, di bagian tengah tetap kosong. Pada saat Sin Liong dan Swat Hong tiba di ruangan itu, di belakang meja telah duduk hakim, yaitu seorang kakek tua keluarga kerajaan yang biasa bertugas sebagai hakim, sedangkan di sebelah kanannya, di kursi kebesaran, tampak duduk Han Ti Ong sendiri bersama permaisurinya. Hal ini merupakan keanehan karena biasanya raja hanya datang tanpa permaisurinya dan duduk bersama dengan para pangeran lain. Agaknya permaisuri Raja Han Ti Ong sekarang ini ingin pula melihat pengadilan dilakukan di Pulau Es.Para pesakitan yang sudah berlutut di depan meja, di atas lantai, hanya tiga orang. Seorang laki-laki tinggi besar penuh brewok yang matanya lebar dan gerak-geriknya kasar, seorang laki-laki muda yang tampan dan seorang wanita yang usianya empat puluhan, namun masih cantik dan wanita ini berlutut di samping laki-laki muda yang kelihatan ketakutan, tidak seperti laki-laki tinggi besar dan Si Wanita yang kelihatan tenang-tenang saja.Dengan suara lantang jaksa penuntut membacakan tuntutan kepada laki-laki tinggi besar yang sudah berlutut ke depan setelah namanya dipanggil, yaitu BouwTang Kui."Bouw Tang Kui telah berkali-kali diperingatkan karena sikapnya yang kasar, suka menggunakan kepandaian menghina yang lemah dan suka mencuri. Terakhir ditangkap karena melakukan pencurian, mengambil batu hijau mustika penyedot racun ular milik orang lain. Karena kejahatannya membahayakan PulauEs, dapat menimbulkan kekacauan dan permusuhan, maka hukuman yang paling berat patut dijatuhkan atas dirinya, selain untuk memberantas kejahatan dari permukaan pulau juga sebagai contoh kepada semua penghuni pulau."Hening sejenak, kemudian terdengar suara hakim tua yang lemah dan agak gemetar, "Bouw Tang Kui, kau sudah mendengar tuduhan atas dirimu. Kau diperkenankan membela diri."Bouw Tang Kui yang berlutut itu memberi hormat kepada raja, kemudian dengan suaranya yang kasar dan nyaring berkata, "Hamba mengaku telah melakukan perbuatan itu karena hamba ingin memiliki mustika batu hijau. Hamba telah menerima banyak budi dari Sri baginda, kalau sekarang dianggap berdosa, hamba siap menerima segala macam hukuman yang dijatuhkan kepada hamba."Hakim berfikir sejenak, kemudian sambil mengetok meja dia berkata, "Pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepada Bouw Tang Kui."Suasana menjadi hening. Keputusan hukuman ini merupakan yang lebih hebat dari pada penggal kepala. Banyak di antara mereka yang mendengarkan, menahan nafas dengan muka pucat, ada yang menaruh hati kasihan kepada Bouw Tang Kui. Akan tetapi pesakitan itu sendiri setelah memandang kepada raja, lalu berkata, suaranya penuh pahit getir, "Hukuman apa pun bagi hamba tidak terasa berat, yang terasa berat adalah bahwa hamba dipaksa untuk memusuhi Pulau Es yang hamba cintai!""Jadi engkau menerima keputusan hukuman?" hakim bertanya."Hamba mene....""Nanti dulu!!" tiba-tiba terdengar suara nyaring dan Han Ti Ong sendiri mengangkat muka memandang tajam ketika melihat Sin Liong telah berdiri dari kursinya dan mengeluarkan seruan itu. "Harap Suhu dan para Cu-wi sekalian maafkan saya. Akan tetapi pesakitan berhak untuk dibela dan saya hendak membelanya. Saudara Bouw Tang Kui ini dianggap berdosa dan memang dia telah melakukan pelanggaran. Akan tetapi patutkah kalau kesalahannya itu lalu dijadikan tanda bahwa dia seorang jahat yang tidak bisa diampuni lagi? Saya hendak bertanya, siapakah di antara Cu-wi sekalian yang tidak pernah melakukan kesalahan?""Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan karena kita semua manusia, maka kita pun tentu pernah melakukan kesalahan. Siapakah yang mau kalau kesalahan yang dilakukannya itu lalu dijadikan tanda bahwa selamanya diaakan bersalah atau berdosa, dan patut dihukum tanpa ampun lagi? Kesalahan yang dilakukan oleh Bouw Tang Kui adalah sebuah penyelewengan biasa yang dilakukan oleh manusia yang berbatin lemah. Manusia yang berbatin lemah dan melakukan penyelewengan sama saja dengan seorang yang sedang menderita semacam penyakit, hanya bedanya, yang sakit bukan tubuhnya melainkan hatinya. Akan tetapi, setiap orang sakit bisa sembuh! Maka, menghukumnya dengan hukuman keji itu sama dengan membunuhnya!"Hening sekali keadaan di situ setelah pemuda tanggung ini mengeluarkan pembelaanya."Akan tetapi di sini sudah diadakan hukum sejak ratusan tahun dan kita semua harus tunduk kepada hukum!" kata Han Ti Ong ketika melihat betapa hakim ragu-ragu untuk menjawab. Dia maklum bahwa Sin Liong disuka banyak orang di situ, dan selain ini, agaknya para pejabat itu juga sungkan mendebat karena pemuda itu adalah murid raja. Karena inilah maka Han Ti Ong sendiri yang mengeluarkan suara membantah."Harap Suhu memaafkan teecu kalau teecu terpaksa mendebat. Saudara Bouw melanggar hukum yang dianggap berdosa, lalu menurut hukum harus dibuang kePulau Neraka. Dari manakah timbulnya pelanggaran yang disebut dosa? Kalau tidak ada hukum, mana mungkin ada dosa? Kalau tidak ada larangan, mana mungkin ada pelanggaran? Hukumlah yang menciptakan dosa dan pelanggaran, hukum adalah keji karena hukuman yang dijatuhkan sebetulnya lebih kotor daripada dosa itu sendiri! Kalau dia dianggap bersalah lalu dibuang ke Pulau Neraka, bukankah hal itu membuat dia menjadi makin jahat dan mendendam? Andaikata seorang penderita sakit, penyakitnya menjadi makin parah! Apakah hukuman pembuangan ke Pulau Neraka itu akan menginsafkannya? Suhu, sudah berkali-kali teecu menyatakan bahwa hukuman seperti ini tidak patut dilakukan di….. Lebih baik menuntut mereka yang tersesat agar kembali ke jalan benar dari pada menghukum mereka dengan kekerasan yang akan membuat mereka menjadi lebih jahat lagi.""Kwa Sin Liong, kau tak berhak untuk mencela hukum yang sudah menjadi tradisikami! Hakim, lanjutkan persidangan dan pembelaan yang dilakukan atas diri Bouw Tang Kui tidak dapat diterima!" bentak Han Ti Ong yang merasa tersinggung juga mendengar betapa peraturan yang dijunjung tinggi selama ratusan tahun oleh nenek moyangnya itu kini disangkal dan dicela oleh seorang bocah yang menjadi muridnya!Sin Liong menghela nafas dan terpaksa dia duduk kembali."Ssttt, kau terlampau berani...." Swat Hong berbisik."Hemmm... tiada gunanya...." Sin Liong balas berbisik.Suara jaksa yang lantang sudah memanggil nama dua orang pesakitan yang lain,laki-laki tampan dan wanita cantik itu. Mereka maju dan berlutut di depan pengadilan."Sia Gin Hwa dan Lu Kiat telah ditangkap karena melakukan perjinaan. Karena Sia Gin Hwa telah menjadi istri syah dari Ji Hoat, maka perbuatan itu merupakan perbuatan hina yang amat berdosa, melanggar larangan keras yang telah disyahkan hukum. Karena itu, tidak ada pengampunan baginya dan mohon pengadilan menjatuhkan hukuman terberat kepadanya. Adapun Lu Kiat, biarpun masih muda dan belum beristri, namun dia telah berjinah dengan istri orang, maka dia pun harus dijatuhkan hukuman yang layak. Kemudian terserah kepada hakim."Wanita itu menundukan mukanya yang menjadi merah sekali ketika mendengar suara mengejek dari mereka yang menonton di luar ruangan sidang, akan tetapi sikapnya masih tenang-tenang saja. Adapun Lu Kiat, pemuda itu menjadi pucat wajahnya, akan tetapi dia juga menundukan mukanya, kelihatan gelisah sekali."Pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepada Sia Gin Hwa dan hukuman rangket seratus kali kepada Lu Kiat!""Hamba tidak menerima!" Tiba-tiba Sia Gin Hwa berteriak. "Yang melakukan perjinaan adalah hamba berdua, maka kalau dibuang pun harus hamba berdua!""Tidak, hamba menerima hukuman rangket seratus kali!" teriak pula Lu kiat."Laki-laki apa kau ini? Ketika merayuku, kau berjanji akan bersama-sama menderita andaikata dibuang ke Pulau Neraka!" Sia Gin Hwa memaki dan terjadilah ribut mulut antara mereka."Diam!!" Teriakan menggetarkan dari Han Ti Ong membuat mereka berdiri menjatuhkan diri mohon pengampunan."Karena kalian melakukan perbuatan yang memalukan sekali, menodakan nama baik Pulau Es, maka sepatutnya kalian berdua sama-sama dibuang ke Pulau Neraka!" kata Raja itu dengan suara tenang namun penuh wibawa. Sia Gin Hwa memegang tangan kekasihnya dan menangis sambil menciumi tangan itu, akan tetapi wajah Lu Kiat menjadi makin pucat.Kembali Sin Liong bangkit berdiri. "Maaf, Suhu. Teecu terpaksa membantah lagi! Mereka memang telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum yang ada, akan tetapi apakah perbuatan mereka itu sudah demikian jahatnya maka sampai mereka dihukum buang? Teecu kira di balik perbuatan mereka itu tentu ada sebab dan alasannya. Mereka menjadi korban nafsu, akan tetapi kalau seorang istri sampai melakukan penyelewengan, tentu pihak suami juga ada kesalahannya. Tidak perlukah diselidiki mengapa wanita ini yang telah bersuami sampai berjina dengan pria lain? Mengapa dia sampai tidak dapat menahan dorongan nafsu berahi? Tentu ada sebab-sebabnya."" Sin Liong, engkau seorang bocah belum dewasa, tahu apa tentang nafsu berahi?" bentak gurunya, agak tertegun juga karena dia mendapatkan kebenaran tersembunyi di balik bantahan muridnya itu.Terdengar suara ketawa ditahan di sana-sini, bahkan permaisuri sendiri menahan senyumnya."Teecu...teecu...mengerti dari kitab....""Pembelaan seorang anak yang belum dewasa terhadap perjinaan yang dilakukan orang dewasa tidak dapat diterima. Laksanakan hukumannya dan buang mereka bertiga sekarang juga ke Pulau Neraka!" kata Han Ti Ong.Persidangan dibubarkan dan tiga orang pesakitan itu lalu digiring keluar untuk dilaksanakan hukuman atas diri mereka, yaitu dibuang ke Pulau Neraka, hukuman yang paling mengerikan dan paling di takuti oleh semua penghuni Pulau Es karena mereka semua tahu bahwa di buang ke Pulau Neraka berarti hidup tersiksa dan sengsara, lebih hebat dari kematian!Peristiwa seperti inilah yang membuat hati Sin Liong memberontak. Dia amat cinta dan kagum kepada suhunya, akan tetapi peraturan hukum di Pulau Es ini dianggapnya terlalu kejam. Sebaliknya, Han Ti Ong yang maklum akan kekecewaan hati muridnya yang dia kagumi dan cinta, berusaha menyenangkan hati muridnya itu dengan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu setahun lagi saja ilmu kepandaian pemuda yang berusia lima belas tahun itu menjadi makin hebat. Boleh dibilang dialah orang satu-satunya yang menjadi pewaris ilmu-ilmu Pulau Es. Biarpun Permaisuri juga mewarisi banyak ilmu dahsyat namun dibandingkan dengan Sin Liong dia kalah bakat sehingga kalah sempurna gerakannya, apalagi dalam hal tenaga sinkang dia kalah jauh. Hal ini adalah karena Sin Liong adalah seorang yang pada dasarnya memiliki batin kuat dan tidak pernah terseret oleh nafsu, sebaliknya The Kwat Lin adalah seorang wanita yang dibangkitkan nafsunya semenjak dia diperkosa oleh Pat-jiu Kai-ong.Dan pada suatu hari terjadilah suatu hal yang sudah lama diduga-duga akan terjadi hal yang menjadi akibat daripada keadaan yang ditekan-tekan di dalam istana yang dimulai dengan masuknya The Kwat Lin yang kini telah menjadi permaisuri itu ke Pulau Es. Pagi hari itu, Sin Liong tengah duduk seorang diri di tempat yang menjadi tempat kesukaannya bersama Swat Hong, yaitu di tepi pantai yang paling sunyi, pantai yang tak pernah tertutup salju karena pasir berwana putih yang terjadi dari pecahan batu karang dan segala macam kulit kerang dan kepompong itu seolah-olah selalu mengeluarkan hawa hangat. Selagidia duduk termenung itu terdengarlah olehnya suara tambur dipukul gencar, tanda bahwa pagi hari itu diadakan persidangan pengadilan yang amat penting, sidang yang diadakan kurang lebih tiga bulan semenjak tiga orang pesakitan terakhir itu di buang ke Pulau Neraka.Suara tambur itu seolah-olah menghantami isi dada Sin Liong, karena suara itu suara yang paling tidak disukainya, suara yang menandakan bahwa akan ada orang lagi yang dihukum! Maka dia tidak bergerak, mengambil keputusan tidak akan menonton karena menonton berarti hanya akan menghadapi hal yang menyakitkan hatinya. Akan tetapi dia meloncat bangun ketika mendengar suara panggilan Swat Hong, suara panggilan yang lain dari biasanya karena suara daraitu mengandung isak tangis yang mengejutkan."Kwa-suheng...!!"Sin liong terkejut melihat dara itu berlari-lari kepadanya sambil menangis dan dengan wajah yang pucat sekali."Ada apakah, Sumoi?" tegurnya sebelum dara itu tiba di depannya."Suheng..., celaka... Ibuku..."Biarpun hatinya berdebar penuh kaget dan kejut, Sin Liong bersikap tenang ketikadia memegang kedua pundak Sumoinya dan bertanya, "Ada apakah dengan ibumu? Tenanglah, Sumoi."Swat Hong menahan isaknya. "Mereka... mereka menangkap Ibuku dan membawanya ke sidang pengadilan..."Sin Liong mengerutkan alisnya. Sudah keterlaluan ini, pikirnya. Rasa penasaran membuat dia berlaku agak kasar. Digandengnya tangan Sumoinya, ditariknya dara itu dan dia berkata, "Mari kita lihat!"Ketika dua orang itu tiba di ruangan pengadilan, mereka mendapat kenyataan bahwa keadaan berlainan sekali dengan sidang pengadilan yang sudah-sudah karena suasana amat sunyi. Tidak ada seorang pun diperbolehkan mendekati ruangan pengadilan, bahkan ketika Sin liong dan Swat Hong tiba disitu, mereka dihadang oleh beberapa orang penjaga,"Maaf, atas perintah Sribaginda, tidak ada yang boleh memasuki ruang sidang pengadilan hari ini," kata mereka.Dengan kedua tangan di kepal, Swat Hong melompat maju, matanya melotot dan mukanya merah sekali,"Apa kalian bilang? Kalian berani melarang aku memasuki ruangan? Apakah kalian sudah bosan hidup?"Sin Liong cepat memegang lengan sumoinya karena dia maklum bahwa kalau sumoinya ini sudah marah, tentu akan hebat akibatnya. Juga para penjaga itu mundur ketakutan karena mereka mengerti betapa lihainya Sang Puteri ini."Harap Saudara sekalian melaporkan kepada atasan Saudara Bahwa kami akan memasuki ruang sidang," kata Sin Liong dengan tenang kepada para penjaga."Akan tetapi kami hanya mentaati perintah. Bagaimana kami berani melanggar?" jawab kepala penjaga dengan muka bingung."Aku tahu. Ibuku yang diadili, Bukan? Nah, dengar kalian! Apa pun yang akan terjadi dengan ibuku, aku harus hadir, kalau perlu aku akan bunuh kalian semua agar dapat masuk!" Kembali Swat Hong membentak."Saudara sekalian harap mundur dan biarkan kami masuk. Akibatnya biarkan kami berdua yang menanggungnya," kembali Sin Liong berkata dan keduanya memaksa masuk. Para penjaga tidak ada yang berani melarang akan tetapi mereka cepat-cepat lari untuk melapor kedalam.Han Ti Ong mengerutkan alisnya ketika melihat Sin Liong dan Swat Hong memasuki ruang sidang, akan tetapi dia hanya mengangguk kepada para penjaga yang kebingungan. Hal ini melegakan hati para penjaga dan mereka cepat-cepat meninggalkan ruangan itu untuk menjaga di luar, karena mereka puntidak boleh mendengarkan sidang yang sedang mengadili isteri raja!Dapat dibayangkan betapa hancur hati Swat Hong melihat ibunya dengan tenangberlutut di depan meja pengadilan bersama seorang laki-laki muda yang berpakaian sebagai pelayan dalam istana. Hatinya menduga dan dia merasa ngeri karena melihat ibunya dan pemuda itu berlutut di situ, dia seolah-olah melihat Sia Gin Hwa dan Lu Kiat, dua orang pesakitan yang saling berjinah itu! Akan tetapi dia tidak percaya! Tak mungkin ibunya...! Akan tetapi dia menjadi lemas dan menurut saja ketika Sin Liong menariknya dan mengajaknya duduk dideretan kursi pinggiran yang sekali ini sama sekali kosong. Di belakang meja panjang hanya duduk jaksa, hakim, Raja Han Ti Ong, permaisurinya dan Han Bu Ong, bocah berusia delapan tahun yang mengenakan pakaian indah dan duduk dengan agungnya di dekat ibunya, matanya memandang kearah Sin Liong dan Swat Hong dengan angkuh.Kemudian terdengarlah suara nyaring Sang Jaksa, suara yang bagi telinga Swat Hong terdengar seperti sambaran pedang yang menusuk-nusuk hatinya dan bagiSin Liong seperti guntur di tengah hari!"Liu Bwee, sebagai bekas istri Sribaginda dari seorang anak nelayan biasa menjadi seorang mulia terhormat, ternyata membalas budi Sribaginda dengan aib dan noda yang hina, telah ditangkap karena melakukan perjinahan dengan seorang pelayan muda. Dosa ini amat besar karena selain menimbulkan aib dan malu kepada Sribaginda, juga kalau diketahui dunia luar akan mencemarkan nama Kerajaan Pulau Es. Oleh karena itu, sepatutnya dia dijatuhi hukuman yang seberat mungkin.""Bohong...! Ibu tidak mungkin...." Swat Hong menjerit dan hendak melompat majumenyerang jaksa yang berani mengeluarkan ucapan menuduh ibunya seperti itu akan tetapi Sin Liong menangkap lengannya untuk mencegah sumoinya bergerak."Swat Hong! Berani engkau kurang ajar di depan Ayah?" Terdengar Han Ti Ong membentak dengan penuh wibawa."Ayah, tuduhan itu fitnah belaka! Tidak mungkin ibu melakukan hal yang kotor itu.Mana buktinya? Siapa saksinya?" kembali Swat Hong menjerit-jerit."Hong-ji, jangan begitu. Ibumu tidak berdosa, akan tetapi kita harus tunduk kepada peraturan dan hukum, anakku. Tenanglah." Ucapan ini keluar dari mulut Liu Bwee yang menoleh ke arah Swat Hong, suaranya lirih dan jelas, namun mengandung kedukaan yang merobek hati."Liu Bwee, engkau telah mendengar tuduhan atas dirimu. Apakah pembelaanmu?" terdengar suara hakim tua itu dengan halus dan lirih seperti biasanya, namun penuh wibawa karena dalam sidang ini, dialah orang yang paling kuasa."Saya tidak akan membela diri, hanya seperti dikatakan anakku tadi, agar tidak mendatangkan penasaran, harap suka disebutkan siapa saksinya dan apa buktinya yang memperkuat tuduhan terhadap diriku," kata Liu Bwee dengan tenang dan suara halus.Jaksa yang termasuk orang di antara anggauta keluarga raja yang tidak senang kepada Liu Bwee karena dia dahulupun mengharapkan agar Han Ti Ong memilih anak perempuannya, segera berkata lantang, "Buktinya? Engkau ditangkap ketikaberada di dalam kamar dengan A Kiu, padahal dia bukanlah pelayanmu. Apalagi yang kalian kerjakan kalau bukan berjinah? Seorang wanita dan seorang laki-lakiyang tidak ada hubungan apa-apa berada di dalam kamar berdua saja! selain itu,perjinahan kalian juga telah ada yang menyaksikan."Wajah Swat Hong sebentar pucat dan sebentar merah. Tak dapat dia menahan kemarahanya. Ibunya dituduh berjinah dengan seorang pelayan!"Bohong! itu bukan bukti!! Kalau memang ada yang menyaksikan, hayo siapa yang menyaksikan?" teriaknya, tidak memperdulikan cegahan Sin Liong yang masih memegang lengannya karena khawatir kalau-kalau dara ini mengamuk."Akulah saksinya!" tiba-tiba terdengar suara kecil merdu dan Han Bu Hong telah bangkit berdiri dengan sikap menantang. Mulut anak ini tersenyum mengejek danmatanya bersinar-sinar. "Enci Hong, akulah yang telah melihat ibumu dan pelayan itu di atas ranjang....""Ssssttt, diam...!" Permaisuri menarik puteranya.Akan tetapi hakim telah berkata lagi, "Sudah terbukti kesalahan besar yang dilakukan Liu Bwee. Kesalahan paling besar yang dapat dilakukan oleh seorang wanita...""Nanti dulu!" Dengan muka pucat sekali Swat Hong memotong kata-kata hakim."Tidak adil kalau begini! kita belum mendengar keterangan A Kiu. Hai, A Kiu, aku percaya bahwa engkau seorang manusia yang menjujung kegagahan, tidak mungkin seorang pria penghuni Pulau Es Seperti engkau menjatuhkan fitnah sebagai seorang pengecut hina dina. Hayo ceritakan sesungguhnya apa yang terjadi!" Suara Swat Hong ini nyaring sekali dan muka A Kiu menjadi pucat, kepalanya makin menunduk.Suasana menjadi hening dan akhirnya terpecah oleh suara Raja, "A Kiu, kau diperkenankan untuk bicara!"Tubuh itu menggigil, muka yang tampan itu pucat sekali ketika diangkat memandang Raja, kemudian melirik ke arah Liu Bwee yang masih bersikap tenang dan agung berlutut di sebelahnya. Ketika dia melirik ke arah Swat Hong yang berdiri dengan sikap angkuh memandang kepadanya, A Kiu mengeluh lirih, kemudian menelungkup dan berkata dengan suara mengandung isak, "Hamba tidak berdaya... hamba memang berada di kamar itu... tapi... tidak seperti kesaksian Pangeran kecil... hamba terpaksa karena...""Berani kau mengatakan puteraku bohong?" Jeritan ini keluar dari mulut permaisuri dan hawa pukulan yang dahsyat sekali menyambar ketika permaisuri menggerakan tangan kirinya ke arah A Kiu."Dess...! Aungghh...!" Tubuh A Kiu terlempar bergulingan dan rebah tak bernyawa lagi, dari mulut, hidung dan telinganya mengalir darah. Hebat sekali pukulan jarakjauh yang di lakukan permaisuri itu, mengenai kepala A Kiu yang tentu saja tidak kuat menahannyaHakim dan jaksa saling pandang, sedangkan Raja menegur Permaisurinya, "Kau terlalu lancang....""Apakah aku harus diam saja kalau seorang rendah macam dia menghina putera kita?" Permaisuri membantah dengan suara agak ketus.Raja diam saja dan menarik nafas panjang. Dia merasa bingung dan berduka sekali harus menghadapi perkara ini, lalu memberi isyarat kepada hakim sambil berkata, "Lanjutkan."Hakim menelan ludah beberapa kali, kemudian berkata lantang, " Saksi utama yang mejadi pelaku perjinahan telah terbunuh karena berani menghina Pangeran.Akan tetapi dia mengaku telah berada di kamar itu, maka sudah jelas dosa yang dilakukan oleh Liu Bwee. Karena itu sudah adil kalau dia harus dijatuhi hukuman berat. Liu Bwee, pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepadamu!""Ibuuuu..!!" Swat Hong meronta dan melepaskan diri dari Sin Liong, meloncat danmenubruk ibunya."Sssst, tenanglah, Hong-ji...." ibunya terbisik dengan sikap masih tenang saja, sungguhpun wajahnya kelihatan makin berduka."Tenang? Tidak! ibu tidak boleh dihina sampai begini!" Swat Hong lalu bangkit berdiri, menghadapi ayahnya dan berkata lantang, "ibuku telah dijatuhi hukuman tanpa bukti dan saksi yang jelas. Akan tetapi keputusan telah dijatuhkan dan sayatidak rela melihat ibu dibuang ke Pulau Neraka. Saya sebagai anak tunggalnya, yang takkan mampu membalas budinya dengan nyawa, saya yang akan mewakilinya, memikul hukuman itu. Saya yang akan mejadi penggantinya ke Pulau Neraka, maka harap Sribaginda bersikap bijaksana, membiarkan ibu yang sudah mulai tua ini menghabiskan usianya di Pulau Es. Ibu, selamat tinggal!""Hong-ji...!" ibunya memekik, akan tetapi Swat Hong sudah meloncat dan lari keluar dari tempat itu dengan cepat.Sin Liong memandang dengan alis berkerut. Tak disangkanya hal yang sudah dikhawatirkannya akan terjadi, sesuatu yang tidak menyenangkan, suatu yang akan meledak, ternyata sehebat ini."Hong-ji... ah, Hong-ji, Anakku...!" Liu Bwee tak dapat menahan lagi tangisnya. Diamaklum bahwa untuk mengejar anaknya dia tidak mungkin dapat karena kepandaian puterinya itu sudah tinggi sekali, juga dia sebagai seorang pesakitan, tentu saja tidak berani melanggar hukum dan lari dari tempat itu. "Aduh, anakku...Swat Hong... Swat Hong... apa yang mereka lakukan atas dirimu...?" ibu yang hancur hati ini meratap.Hakim menjadi bingung dan beberapa kali menoleh kearah Raja seolah-olah hedak minta keputusan Han Ti Ong. Raja ini menggigit bibir, jengkel dan marah karena tak disangkanya bahwa urusan akan berlarut-larut seperti ini. Ketika dia menerima laporan tentang istri pertamanya Liu Bwee yang berjinah dengan seorang pelayan muda, hatinya panas dan marah sekali. Akan tetapi dia masih hendak membawa perkara ini kepengadilan agar diambil keputusan yang seadil-adilnya. Siapa mengira terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan hatinya. Permaisurinya membunuh pelayan muda, kemudian kini Swat Hong membela ibunya, bahkan menggantikan ibunya "membuang diri" ke Pulau Neraka. maka kini melihat betapa hakim menjadi bingung dan minta keputusannya, dia memukulkan kepalan kanan ke telapak kiri sambil berkata, "Sudahlah, sudahlah! Biar kupenuhi permintaan Swat Hong. Anak yang keras kepala itu sudah menggantikan ibunya ke Pulau Neraka. Sudah saja! Aku perkenankan Liu Bwe tinggal terus disini!"Setelah berkata demikian, dia menggandeng tanggan Bu Ong dan permaisurinya, bangkit berdiri dan hendak meninggalkan tempat yang tidak menyenangkan itu. Akan tetapi Liu Bwee juga bangkit berdiri dan wanita ini berkata lantang, sambil menatap wajah suaminya dengan mata tajam."Biarpun anakku telah menebus dosa yang tidak kulakukan dan aku telah diperbolehkan tinggal di sini, akan tetapi apa artinya hidup disini bagiku setelah anakku pergi ke Pulau Neraka? Tidak, aku tidak akan sudi tinggal di sini lagi. Aku mulai saat ini tidak menganggap diriku sebagai penghuni Pulau Es. Aku juga maupergi dari sini!"Setelah berkata demikian, Liu Bwee lalu meloncat dan pergi. Setelah dia bukan pesakitan lagi, setelah dia bukan terhukum, dia berani pergi, bahkan dengan sikaptidak menghormat lagi kepada Raja yang pernah menjadi suami dan pujaan hatinya selama bertahun-tahun itu."Hmm, sesukamulah!' kata Han Ti Ong perlahan dan dengan wajah muram raja ini memasuki istana bersama permaisuri dan Pangeran Bu Ong.Sampai ruangan persidangan itu kosong dan mayat A Kiu dibawa pergi, Sin Liongmasih duduk di situ. Di dalam hatinya, dia merasa menyesal melihat sikap Raja Han Ti Ong, gurunya yang di cintainya itu. Tahulah dia bahwa perubahan pada diri gurunya itu terutama sekali terjadi karena hadirnya The Kwat Lin yang kini telah menjadi permaisurinya. Diam-diam dia merasa menyesal sekali. Bukankah dia sendiri yang dahulu minta kepada gurunya membawa pendekar wanita Bu-tong-pai itu ke Pulau Es? Kini, wanita itu menjadi selir gurunya, dan setelah The Kwat Lin menjadi permaisuri, kebahagiaan ibu Swat Hong menjadi musnah! Bahkan kini berekor seperti ini, dengan larinya Swat Hong menggantikan ibunya ke Pulau Neraka sedang ibu dara itu sendiri pergi entah ke mana!Dialah, langsung atau tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, tidak mungkin dia menegur gurunya, Juga permaisuri tidak dapat dipersalahkan. Betapapun juga, dia harus memperlihatkan tanggung jawabnya atas kerusakan hidup Swat Hong dan ibunya. Kalau dia mendiamkan saja, seolah-olah dia ikut pula persekutuan untuk merusak hidup ibu dan anak itu."Pulau Neraka kabarnya merupakan tempat berbahaya sekali. Aku harus menyusul Swat Hong dan melindunginya." Demikian dia mangambil keputusan dalam hatinya dan dia tidak lagi berpamit kepada gurunya karena maklum gurunya sedang berada dalam kedukan dan kepusingan. Pula, Sin Liong sudah biasa meninggalkan pulau itu mencari tetumbuhan obat, maka kepergiannya dengan sebuah perahu meninggalkan Pulau Es tidak ada yang menaruh curiga.Dengan tenaganya yang amat kuat Sin Liong mendayung perahunya sehingga perahu meluncur amat cepatnya menuju ke Pulau Neraka. Dia sudah tahu dimana letaknya pulau itu, dari keterangan yang diperolehnya ketika dia bertanya-tanya kepada para penghuni Pulau Es. Bahkan diam-diam pernah pula seorang diri mendayung perahu mendekati Pulau Neraka ini akan tetapi hanya melihat dari jauh dan dia merasa ngeri sekali. Pulau itu dari jauh tampak kehitaman seperti pulau yang pantas di huni oleh setan dan iblis. Pantainya penuh dengan batu-batu karang yang runcing dan tajam, amat berbahaya apalagi kalau ombak sedang besar. Sama sekali tidak tampak ada penghuninya sehingga ketika itu Sin Liong menduga-duga bahwa orang-orang buangan yang dibuang dari Pulau Es tentu telah tewas di jalan, tentu tewas di atas pulau itu. Maka dia menentang keras dalam hatinya kalau melihat di Pulau Es diadakan pengadilan dan diputus akan hukuman buang ke Pulau Neraka, karena baginya, dibuang ke Pulau Neraka sama dengan menghadapi kematian yang mengerikan, baik di dalam perjalanan menuju ke pulau itu atau setelah berhasil mendarat. Dankini Swat Hong telah pergi ke Pulau Neraka mewakili ibunya! Dia kagum dan khawatir. Kagum akan keberaniannya dan kebaktian sumoinya terhadap ibunya, akan tetapi khawatir sekali akan keselamatan sumoinya yang belum dewasa benar itu. Sumoinya baru berusia empat belas tahun! biarpun dia tahu bahwa ilmu kepandaian sumoinya sudah hebat dan cukup untuk dipakai menjaga diri, namun betapapun juga sumoinya itu masih kanak-kanak! Sin Liong sama sekali tidak ingat bahwa usianya sendiri hanya satu tahun lebih tua dari pada usia SwatHong!Perjalanan dari Pulau Es ke Pulau Neraka melalui lautan yang penuh dengan gumpalan-gumpalan es yang mengapung di permukaan laut, gumpalan es yang kadang-kadang sebesar gunung dan celakalah kalau sampai perahu tertumpuk oleh gumpalan es menggunung itu yang kadang-kadang bergerak, digerakan olehangin. Celaka pula kalau sampai terjepit di antara dua gumpalan es yang begitu saling menempel tentu akan melekat dan membuat perahu terjepit di tengah-tengah. Akan tetapi, Sin Liong sudah banyak mendengar tentang ini maka dia tahu pula caranya menghindarkan perahunya dan tidak mendekat gumpalan-gumpalan es yang berbahaya, melainkan mencari jalan di celah-celah yang agak lebar. Kemudian dia tiba di daerah lautan yang penuh dengan ikan hiu. Ratusan ikan hiu yang hanya tampak siripnya itu berenang di kanan kiri dan belakang perahunya.Betapapun juga tinggi ilmunya, ngeri juga hati Sin Liong karena dia tahu bahwa sekali perahunya terguling, kepandaianya tidak akan berguna banyak dalam melawan ratusan ikan buas itu di dalam air! Cepat ia mengeluarkan bungkusan yang sudah dibawanya sebagai bekal, membuka bungkusan dan menaburkan sedikit bubuk hitam di kanan kiri, depan belakang perahunya. Tak lama kemudian, ikan-ikan hiu itu pergi berenang pergi dengan cepat seperti ketakutan setelah mencium bau bubukan hitam yang disebarkan oleh Sin Liong. Pemuda inisudah mendengar akan bahaya ikan-ikan buas, maka dia telah membawa bekal racun bubukan hitam yang sering kali dipergunakan oleh para penghuni Pulau Es untuk mengusir ikan-ikan buas di waktu mereka mencari ikan.Beberapa jam kemudian, kembali dia menghadapi ancaman ikan-ikan kecil yang banyak sekali jumlahnya, mungkin laksaan. Ikan-ikan sebesar ibu jari kaki, akan tetapi keganasannya melebihi ikan hiu. Ikan-ikan ini bahkan berani menyerang orang di atas perahu dengan jalan meloncat dan menggigit. Sekali mulut yang penuh gigi runcing seperti gergaji itu mengenai tubuh, tentu sebagian daging dan kulit terobek dan terbawa moncongnya! Apalagi kalau sampai orang jatuh ke dalam air. Dalam waktu beberapa menit saja tentu sudah habis tinggal tulangnyadikeroyok laksaan ikan buas ini. Kembali Sin Liong dengan cepat menyebar obat bubuk hitam beracun itu dan ikan-ikan kecil itupun lari cerai berai tidak berani lagi mendekati sampai perahu meluncur meninggalkan daerah berbahaya itu.Setelah melalui perjalanan yang amat sulit akhirnya menjelang senja, sampai juga perahu Sin Liong di pantai Pulau Neraka. Tetapi seperti dugaannya, pulau itumemang mengerikan sekali. Hutan yang terdapat di pulau itu amat besar dan liar,pohon-pohon aneh dan menghitam warnanya memenuhi hutan yang kelihatannya sunyi dan mati. Namun, dibalik kesunyian itu Sin Liong merasakan seolah-olah banyak mata mengamatinya dan maut tersembunyi disana-sini, siapuntuk mencengkram siapa pun yang berani mendarat!Melihat keadaan pulau ini makin berdebar hati Sin Liong, penuh kekhawatiran terhadap keselamatan Swat Hong. Apakah dara itu sudah berhasil mendarat? Tentu Swat Hong dapat mencapai pulau ini, karena dara itupun tahu jalan ke situ dan mengerti pula tempat-tempat berbahaya yang dilaluinya tadi sehingga seperti juga dia, tentu Swat Hong telah membawa bekal obat pengusir ikan-ikan buas tadi dengan cukup. Akan tetapi dia tidak melihat sebuah pun perahu di pantai Pulau Neraka. Apakah ada penghuninya? Atau semua orang buangan telah mati terkena racun yang kabarnya memenuhi pulau ini?Karena khawatir kemalaman sebelum dapat menemukan Swat Hong, Sin Liong lalu meloncat ke darat dan menarik perahunya ke atas. Kemudian dia membalik dan memasuki hutan. Baru saja dia berjalan beberapa langkah, terdengar suara berdengung-dengung dan entah dari mana datangnya, tampak ratusan ekor lebah berwarna putih menyambar-nyambar dan mengeroyoknya! Dari bau yang tercium olehnya, tahulah Sin Liong bahwa lebah-lebah itu mengandung racun yang amat jahat maka tentu saja dia terkejut sekali! Cepat dia lari dari tempat itu, namun lebah-lebah itu mengejar terus, beterbangan sambil mengeluarkan suara berdengung-dengung yang mengerikan.Sin Liong cepat menanggalkan jubah luarnya dan memutar jubah itu di sekeliling tubuhnya. Dari putaran jubah ini menyambar angin dahsyat dan lebah-lebah itu terdorong jauh oleh hawa yang menyambar dari putaran jubah. Sin Liong tidak tega untuk membunuh lebah-lebah itu maka dia hanya menggunakan hawa putaran jubahnya untuk mengusir. Namun, binatang-binatang kecil itu hanya tidak mampu mendekati dan menyerang tubuh Sin Liong, akan tetapi sama sekalitidak terusir, bahkan kini makin banyak dan terbang mengelilingi Sin Liong dari jarak jauh sehingga tidak terjangkau oleh hawa pukulan jubah. Melihat ini, Sin Liong kaget. betapapun kuatnya tidak mungkin baginya untuk berdiri di situ sambil memutar jubahnya semalam suntuk, bahkan selamanya sampai lebah-lebah itu terbang pergi! lalu teringatlah dia akan senjata yang paling ampuh. Api! Dengan tangan kiri terus memutar jubah melindungi tubuhnya, Sin Liong lalu mengumpulkan daun kering dan mencari batu yang keras. Dengan pengerahan tenaganya, dia menggosok dua batu itu sehingga timbul percikan bunga api yang membakar daun kering. Diambilnya sebatang ranting kering dan dibakarnya ranting ini.Benar saja. Dengan ranting yang ujungnya menyala ini dipegang tinggi di atas kepala, tidak ada lebah yang berani mendekatinya. Dia melanjutkan perjalanan, dan terus menerus menyalakan api di ujung ranting yang dikumpulkan dan dibawanya.Dapat dibayangkan betapa ngeri hatinya ketika melihat banyak sekali binatang berbisa di sepanjang jalan. Ular-ular kecil, kalajengking, lebah-lebah dan sebangsanya merayap-rayap lari ketika dia datang dengan obor di tangan. Untung dia membawa ranting bernyala. Semua binatang berbisa itu takut terhadap api. Andaikata dia tidak membawa api tentu dia telah dikeroyok oleh binatang-binatang kecil yang semuanya berbisa itu, dari atas dan bawah! lebah-lebah itu terus mengikutinya, akan tetapi dari jarak jauh, terbukti dari suara yang berdengung-dengung itu masih terus berada di belakangnya.Tiba-tiba terdengar suara bersuit panjang dan lebah-lebah itu beterbangan makin dekat, kembali mengurungnya dan kelihatan seperti marah. Bahkan ada beberapa ekor yang meluncur dekat sekali, akan tetapi menjauh lagi ketika Sin Liong menggunakan api di ujung ranting untuk mengusirnya. Suitan terdengar berkali-kali dan lebah-lebah itu makin marah dan mengamuk, juga tampak oleh Sin Liong betapa binatang kecil lainya yang banyak terdapat di hutan itu mulai mendekatinya, namun masih takut-takut oleh api di ujung ranting."Siuuuttt..." tiba-tiba tampak benda hitam menyambar kearah ujung rantingnya.Maklumlah Sin Liong bahwa sambitan yang amat kuat itu bermaksud memadamkan api di ujung ranting. Tentu saja dia tidak mau terjadi hal ini, maka cepat ia menari kebawah ranting terbakar itu dan menggunakan tangan kirinya menyambar benda yang dilontarkan. Kiranya segumpal tanah hitam! Mengertilahdia bahwa ada orang yang membokonginya dan orang itu agaknya yang bersuit-suit tadi. Suitan yang agaknya merupakan perintah kepada binatang-binatang ituuntuk mengeroyoknya!"Haiiii, Saudara penghuni Pulau Neraka! Harap jangan menyerang. Aku Kwa Sin Liong datang dengan maksud baik! Aku hanya mau mencari Sumoiku di sini!"Hening sejenak. Suitan-suitan tidak terdengar lagi dan lebah-lebah itu kembali menjauh, demikian ular, kelabang dan lain binatang kecil. Terdengar bunyi tampak kaki menginjak daun-daun kering dan tak lama kemudian muncullah belasan orang yang bertelanjang kaki, berpakaian tidak karuan, bermuka menyeramkan itu kotor tidak terawat, mata mereka merah dan bergerak liar seperti mata orang-orang gila. Dengan gerakan perlahan, pandang mata penuh curiga, belasan orang itu menghampiri dan mengurung Sin Liong. Pemuda itu tersenyum ramah, bersikap tenang dan mengangkat ranting menyala tinggi-tinggi untuk memperhatikan wajah mereka."Harap Cuwi (Anda Sekalian) sudi memaafkan kedatanganku yang tiba-tiba ini. Akan tetapi sesungguhnya aku, Kwa Sin Liong, tidak berniat buruk terhadap PulauNeraka apalagi terhadap penghuninya. Aku datang untuk mencari sumoiku yang bernama Han Swat Hong, yang mungkin sudah mendarat di pulau ini."Seorang di antara mereka, yang mukanya penuh brewok sehingga yang tampak hanya matanya dan sedikit hidungnya melangkah maju dan menegur, suaranya parau dan kasar."kau dari mana?""Dari Pulau Es...."Belasan orang itu mendengus dan kelihatan marah sekali. Si Brewok mengangkattinggi senjata golok besarnya dan membentak, "kalau begitu kau harus mampus!""Nanti dulu, harap Cuwi bersabar." Sin Liong cepat berseru dan mengangkat tangan kirinya ke atas, "Aku bukan musuh dari Cuwi, sudah kukatakan bahwa akudatang bukan untuk bermusuh, mengapa Cuwi hendak membunuhku?"Pada saat itu, muncul pula lima orang, dan terdengar seruan heran dari seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar, "Ehh, bukankah ini Kwa-kongcu dari Pulau Es?"Sin Liong memandang dan merasa girang sekali ketika mengenal orang itu yang bukan lain adalah Bouw Tang Kui, penghuni Pulau Es yang dihukum buang ke Pulau Neraka karena telah mencuri batu mustika hijau!"Bouw-lopek!" serunya girang. "Aku datang untuk mencari Swat Hong yang juga sudah dibuang ke sini!""Apa??" Bouw Tang Kui berteriak, lalu berkata kepada Si Brewok yang agaknya menjadi pemimpin rombongan itu. "Dia adalah seorang yang telah membelaku, membela Lu Kiat dan Sia Gin Hwa ketika dijatuhi hukuman buang. Dia seorang pemuda yang tak setuju dengan hukum di Pulau Es, biarpun dia adalah murid Raja Han Ti Ong sendiri.""Apa...??" Mereka kelihatan terkejut mendengar ini. "Muridnya...?""Benar," jawab Bouw Tang Kui. "Dan kita bukanlah lawannya."Si Brewok meragu. "Kalau begitu, kita bawa dia kepada To-cu (Majikan Pulau)!"Bouw Tang Kui melangkah maju. "Harap Kongcu menurut saja kami hadapkan kepada To-cu sehingga Kongcu dapat bicara sendiri dengannya."Sin Liong mengangguk. Memang menghadapi orang-orang kasar ini akan berbahaya sekali karena mereka sukar diajak bicara. Kalau dia dapat bicara dengan Majikan Pulau yang tentu merupakan tokoh yang paling pandai, dia akan dapat minta keterangan apakah Swat Hong telah berada di pulau itu. Dia mengangguk dan beberapa orang penghuni Pulau Neraka lalu menyalakan obor. Sin Liong sendiri membuang rantingnya, mengenakan lagi jubahnya dan mengikuti rombongan belasan orang itu memasuki hutan. Di sepanjang jalan dia melihat tempat-tempat berbahaya, lumpur-lumpur yang tertutup rumput tinggi, pasir-pasir berpusing yang dapat menyedot apa saja yang menginjaknya, pohon-pohon yang aneh dengan buah-buah yang kelihatan lezat namun dari baunya diatahu bahwa buah itu mengandung racun jahat, dan lain-lain. Benar-benar pulau yang amat aneh dan berbahaya, fikirnya. Pantas kalau disebut Pulau Neraka, dan diam-diam dia mencela kekejaman Kerajaan Pulau Es yang membuang orang-orang bersalah ke tempat seperti ini.Dari keadaan orang-orang yang menangkapnya ini, hanya Bouw Tang Kui seorang yang kelihatan masih normal. Hal ini mungkin karena raksaksa ini baru beberapa bulan saja dibuang ke sini, sedangkan yang lain-lain, biarpun dapat mempertahankan hidupnya, namun telah berubah menjadi orang-orang liar yang agaknya telah berubah pula watak dan ingatanya! Dan selain menjadi orang-orang yang tidak normal agaknya mereka telah menguasai ilmu yang dahsyat dan mengerikan, yaitu ilmu menguasai binatang-binatang berbisa di pulau itu. Buktinya, biarpun mereka berjalan di hutan penuh binatang berbisa itu tanpa sepatu tidak ada seekor pun yang berani menyerang mereka. Akhirnya dengan menggunakan ketajaman pandang mata dan penciuman hidungnya Sin Liong maklum bahwa orang-orang ini telah menggunakan semacam obat yang agaknya digosok-gosokan ke seluruh kaki mereka sehingga binatang itu menyingkir begitu mereka mendekat.Tak disangkanya sama sekali, ketika mereka tiba di tengah jalan, di situ terdapat tanah lapang yang luas dan tampak sebuah rumah besar, dikelilingi pondok-pondok kayu sederhana. lampu-lampu dinyalakan terang dan Sin Liong dibawa ke sebuah ruangan yang luas di mana telah menanti ketua pulau itu yang disebut To-cu (Majikan Pulau).

No comments:

Post a Comment